Opini
PENELUSURAN PENINGGALAN BUDAYA DESA LEBAK BUDI, MERAPI BARAT

Oleh: Mario Andramartik
Staf Khusus Bupati Lahat Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Ungkapan yang mengatakan kekayaan budaya dan wisata Kabupaten Lahat tak akan pernah habisnya untuk digali dan diulas.
Seperti kita ketahui bersama saat ini Kabupaten Lahat terkenal dengan julukan Negeri Seribu Megalit, hal ini karena memang di Kabupaten Lahat ditemukan banyak situs megalit apalagi pada tahun 2012 Kabupaten Lahat mendapatkan penghargaan sebagai pemilik situs megalit terbanyak se Indonesia.
Selain itu Kabupaten Lahat juga mempunyai banyak air terjun dan yang telah terdata oleh Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Panoramic of Lahat sebanyak 179 air terjun yang tersebar di berbagai desa dan kecamatan juga potensi wisata lainnya seperti danau, sungai, bukit dan potensi di sektor kebudayaan, pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan.
Selama ini kita sering mengelompokkan potensi Kabupaten Lahat misalnya Merapi Area terkenal merupakan daerah pertambangan batubara, Kikim Area dengan potensi perkebunan karet dan sawit, Gumay Ulu hingga Jarai Area perkebunan kopi dan pariwisata, Kota Agung seputaran dengan potensi pertanian.
Akan tetapi setelah kami survey secara mendetail banyak potensi yang belum terungkap semua per area tersebut.
Misalnya kawasan Merapi Area yang kita sebut sebagai daerah pertambangan batubara ternyata juga mempunyai perkebunan kopi dengan kwalitas kopi terbaik dengan score nilai hasil uji laboratorium mempunyai nilai di atas 80 poin.
Juga mempunyai peninggalan sejarah dan budaya yang cukup banyak. Kami sangat terkejut ketika kami ke Desa Lebak Budi Kecamatan Merapi Barat, di desa ini kami melihat rumah adat Kabupaten Lahat yaitu Ghumah Baghi yang sama persis dengan ghumah baghi yang ada di daerah uluan seperti Kota Agung area hingga Jarai Area dan Tanjung Sakti.
Selama ini kami menganggap bahwa ghumah baghi di Kecamatan Lahat hingga Merapi Area tidak ada. Dengan adanya ghumah baghi di Desa Lebak Budi mematahkan argumentasi yang selama ini berkembang.
Untuk mendata secara detail peninggalan sejarah dan budaya yang ada di Merapi Area khususnya di Kecamatan Merapi Barat, Staf khusus Bupati Lahat Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Matcik,SH mengajak Kepala Museum Balaputradewa Palembang Candra Amprayadi untuk mengunjungi Desa Lebak Budi Kecamatan Merapi Barat.
Dalam kegiatan pendataan ini ada Staf Khusus Bupati Lahat Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang juga penggiat budaya dan wisata, Mario Andramartik dan Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lahat Bambang Aprianto,SH,MM yang mewakili Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lahat.
Tim Pendataan yang dipimpin oleh Matcik langsung menuju rumah Syahrudin sang pemilik rumah adat yang berada di Desa Lebak Budi Kecamatan Merapi Barat.
Rumah panggung berwarna cat hijau yang merupakan rumah adat dengan ukiran atau pahatan pada bagian dinding depan dan samping.
Akan tetapi sepintas kita tidak akan melihat rumah ini sebagai ghumah baghi yang penuh dengan makna karena ciri khas ghumah baghi dari tampak depan sudah tertutup dengan penambahan bangunan, bagian bawah rumah sudah ada dinding beton, tiang rumah yang aslinya dari kayu bulat utuh sudah diganti dengan tiang beton, atap rumah yang berbentuk pelana kuda juga sudah berubah.
Tetapi berbagai perubahan tersebut masih menyisakan beberapa ciri khas ghumah baghi seperti pahatan pada bagian depan dan samping rumah.
Pahatan yang ada di bagian depan rumah bagian atas sama persis baik tata letak dan motif pahatan dengan ghumah baghi daerah uluan. Akan tetapi dinding rumah sudah di cat warna hijau sedang aslinya ghumah baghi tanpa cat, pahatan aslinya tidak di cat sedang pada rumah ini sudah di cat warna kuning emas.
Walaupun ghumah baghi ini sudah banyak mengalami perubahan tetapi masih menunjukkan suatu ciri bahwa sang pemilik rumah bukanlah orang sembarang biasanya merupakan keturunan dari para tokoh desa atau pemimpin desa masa lalu yang mempunyai pengaruh di desa.
Dan ternyata dugaan kami benar adanya bahwa Syarudin merupakan keturunan Pasirah Marga Empat Suku Negeri Agung.
Dengan adanya ghumah baghi di desa Lebak Budi Kecamatan Merapi Barat maka menambah perbendaharaan jumlah ghumah baghi di Kabupaten Lahat baik jumlah ghumah baghi maupun letak ghumah baghi.
Selain ghumah baghi juga ada peninggalan budaya lainnya yang berada di ghumah baghi yang didiami Syahrudin antara lain benda-benda keramik, topi yang pernah dipakai oleh Pasirah.
Aksara Ka ga nga yang ditulis di sepotong bambu bulat utuh berwarna kuning, lempengan tembaga bertuliskan huruf Jawa yang kemungkinan peninggalan masa Kesultanan Palembang dan berbagai benda pusaka lainnya yang belum dapat kami lihat.
Semua temuan tersebut selama ini belum pernah diulas dan diungkap secara umum jadi temuan ini termasuk langka smoga ke depan dapat diteliti dan dikaji lebih dalam lagi untuk mengungkap semua peninggalan budaya dan sejarah khususnya dari Marga Empat Suku Negeri Agung.
Matcik tidak salah mengundang kepala museum Balaputradewa Palembang ke desa Lebak Budi yang juga merupakan desa kelahiran Bupati Lahat saat ini Cik Ujang karena desa Lebak Budi yang dahulunya merupakan bagian dari Marga Empat Suku Negeri Agung memang menyimpan banyak peninggalan budaya dan sejarah.
Sebelumnya Desa Lebak Budi dan beberapa desa lainnya seperti desa Negeri Agung dan Ulak Pandan berada di bagian Timur sungai Lematang dan diperkirakan pada awal tahun 1900an mulai berpindah ke lokasi saat ini dan desa lama yang telah ditinggalkan menjadi lokasi berkebun dengan mayoritas menjadi kebun karet, sedikit kebun kopi dan sawah.
Tidak mengherankan bila kawasan Bukit Serelo atau Bukit Jempol menjadi bagian dari desa Lebak Budi, Negeri Agung dan Ulak Pandan Kecamatan Merapi Barat walaupun letaknya di seberang sungai Lematang.
Di kawasan Bukit Serelo setidaknya ada 2 air terjun yang masuk wilayah desa Lebak Budi dan Ulak Pandan kecamatan Merapi Barat. Jadi air terjun juga ditemukan di kecamatan Merapi Barat.
Dengan banyaknya temuan peninggalan budaya dan sejarah di desa Lebak Budi maka dapat dijadikan destinasi wisata budaya misalnya dibuat suatu upacara penyucian benda-benda pusaka dengan prosesi budaya lokal yang dikemas sedemikian rupa sehingga bisa mendatangkan wisatawan.
Nah selanjutnya terkait adanya aksara ka ga nga atau huruf ulu maka bisa dibuat kegiatan belajar menulis dan membaca huruf ka ga nga tersebut.
Selain potensi budaya dan sejarah yang menjadi wisata budaya juga terdapat potensi wisata alam seperti sungai Lematang yang berada di desa ini dapat dibuat paket wisata menyusuri sungai dengan perahu sehingga wisatawan dapat menikmati pengarungan sungai Lematang sekaligus juga bisa menikmati keindahan Bukit Serelo atau Bukit Jempol.
Di desa Lebak Budi juga ada jembatan gantung yang ikonik dan jembatan gantung ini juga bisa menjadi destinasi wisata. Dari jembatan gantung dapat menikmati keindahan Bukit Serelo atau Bukit Jempol. Dengan pengembangan wisata budaya dan wisata alam yang ada maka dapat menambah pendapatan masyarakat dan desa di samping pendapatan dari sektor pertambangan batubara, pertanian dan perkebunan.
Desa Lebak Budi Kecamatan Merapi berada sekitar 13 km dari pusat Kota Lahat, dari arah Kota Lahat melalui jalan lintas Sumatera ke arah Kota Muara Enim sebelum perlintasan kereta api dekat SD Negeri 3 Merapi Barat atau setelah Indomaret belok ke kanan. Sekitar perjalanan 500 meter akan bertemu dengan Kantor Desa dan Bangunan Gedung Serbaguna Desa Lebak Budi. Berbatasan langsung dengan sungai Lematang di bagian Barat dan Utara, desa Tanjung Baru di sebelah Timur dan Desa Negeri Agung di bagian Selatan.****
Opini
Efisiensi Anggaran Lahat Paling “Jempol”, Tapi Bukan untuk Dibelanjakan Sia-sia

Oleh : Ishak Nasroni (Plt. Sekretaris SMSI Sumsel dan Pemred Lahathotline.com)
SETELAH resmi dilantik beberapa bulan lalu, Bupati Lahat Bursah Zarnubi, SE dan Wakil Bupati Lahat Widia Ningsih, SH, MH memulai aktivitasnya menjalankan roda pemerintahan selaku pemangku kebijakan di Bumi Seganti Setungguan. Salah satu kebijakan yang patut diacungi jempol dari program kerja Kabinet BZ-WIN adalah menginstruksikan kepada semua Stakeholder di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Lahat, agar “Ngirit” alias mengefisiensi Anggaran Daerah.
Tak dipungkiri kebijakan ini juga merupakan wujud kepatuhan BZ-WIN dalam mengikuti instruski Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto yang telah memotori kebijakan dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) seperti dituangkan dalam Inpres Nomor 1 tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.
Beranjak dari regulasi tersebut, Pemerintahan BZ-WIN tak ragu untuk menerapkannya di Kabupaten Lahat. Bahkan berdasarkan penelusuran dari berbagai kanal internet, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lahat berani mengefisiensi APBDnya hingga merealokasi anggaran yang dilakukan mencapai Rp313 miliar dari total APBD sebesar Rp3,3 triliun. Ini adalah ‘Pengiritan” Anggaran yang sangat luar biasa dan patut diakui sebagai kebijakan efisiensi yang paling “Jempol”.
Sebagai seorang jurnalis sekaligus pengamat kebijakan daerah, penulis sangat mendukung program-program Kabinet BZ-WIN yang dikenal dangan jargonnya “Menata Kota Membangun Desa”. Tentunya, penataan kota dan pembangunan desa ini juga harus dibarengi dengan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di berbagai instansi terkait. Karenanya, Badan dan Dinas serta OPD lainnya mesti mampu menyusun strategi penataan dan pembangunan guna mewujudkan jargon tersebut.
Sebagai salah satu langkah untuk mendapatkan SDM yang mumpuni, dipastikan para pegawai harus seimbang dengan berbagai regulasi dan perkembangan baru di tubuh instansinya. Namun demikian, dalam mendapatkan SDM yang memupuni tersebut tidak harus dengan mengadakan dan mengikuti Pelatihan atau Bimbingan Teknik (Bimtek) semata.
Anehnya pada Minggu, 27 April 2025 sampai Sabtu, 03 Mei 2025 untuk tahap awal sebanyak 92 Operator Desa di Kabupaten Lahat mengikuti pelatihan dan Bimtek Transaksi Non-Tunai yang dinakhodai Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMDes) Kabupaten Lahat bekerja sama dengan Event Organizer (EO) Praja Sriwijaya berlokasi di Hotel Santika Kabupaten Lahat dan di Kota Malang, Jawa Timur.
Sementara untuk tahap berikutnya akan diselenggarakan pada pada Senin tanggal 9 Juni 2025 sampai dengan Minggu tanggal 15 Juni 2025 juga bertempat di Lahat dan Batu Malang Jawa Timur dengan peserta para Sekretaris Desa (Sekdes), Operator Siskeudes dan atau Perangkat yang membidangi.
Kendati biaya keberangkatan mengunakan Dana Desa lebih kurang Rp14.000.000 per peserta, namun uang yang digunakan tersebut tetap saja Uang Negara yang sudah ditransfer ke rekening desa dan selanjutnya disebut APBDes. Jika sudah menjadi APBDes, tak bisa dibantah bahwa itu Uang Rakyat di desa tersebut yang semata-mata mesti digunakan untuk kepentingan pembangunan desa secara fisik maupun non fisik.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 72 disebutkan bahwa Dana Desa harus digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Pemanfaatan Dana Desa diatur lebih ketat melalui Peraturan Menteri Keuangan dan regulasi teknis lainnya, termasuk larangan penggunaan dana secara tidak efektif.
Jika disoroti dari aspek kepentingan kelancaran sistem keuangan desa, Bimtek ini sangat tidak perlu dilakukan. Karena untuk mendapatkan seorang perangkat yang mumpuni di bidangnya tidaklah susah. Kemudian apabila dipandang dari sisi kemanfaatan bagi pembangunan desa, juga sangat jauh mencapai dayagunanya bagi masyarakat desa secara umum. Bahkan dapat dikatakan, bahwa dana yang digunakan 14 juta yang dikutif dari APBDes tersebut adalah “Penyimpangan”.
Cara yang paling tepat dan efisien (Ngirit) dalam mengiringi kemajuan era degitalisasi dengan peralatan yang serba smart dan canggih sekarang ini, tidak susah Pemerintah Desa (Pemdes) di Kabupaten Lahat. Yaitu dengan melakukan rekrutmen perangkat secara selektif, tentunya SDM sudah menguasai bidang kerjanya masing-masing sehingga mampu untuk beradaptasi dalam setiap mengikuti kebijakan serta regulasi yang ada.
Untuk sekarang ini di setiap desa dipastikan banyak anak-anak muda bergelar Sarjana yang berprestasi, mampu mengoperasikan komputer dengan baik, mampu meginfut data-data keuangan dengan lancar. Hanya saja, pihak DPMDes dan Pemdes yang harus peka dalam menyerap setiap perubahan kebijakan Pemerintah Pusat. Setelah informasi perubahan kebijakan tersebut didapat oleh DPMDes dan Pemdes, maka segeralah beritahukan pada Perangkat Desanya untuk kemudian diterapkan di desa mereka.
Saya meyakini, kalau memang pihak Pemdes dan DPMDes mau melakukan langkah-langkah tersebut, maka tidak akan ada Dana Desa untuk membangun yang terbuang sia-sia terserap oleh biaya Pelatihan dan Bimtek, kecuali kegiatan tersebut sengaja didesaign hanya untuk mencapai keuntungan bagi sebagian pihak saja.
Dalam hal ini, tidak hanya persoalan yang tertuang pada narasi di atas saja yang perlu disikapi sedini mungkin oleh Bupati dan Wakil Bupati Lahat. Tapi mesti terus diingatkan pada semua OPD supaya tidak menggunakan dana sia-sia yang tidak mendesak serta berpotensi pada penyimpangan realisasi.
Apabila semua pihak terkait mengikuti instruksi Bupati dan Wakil Bupati tentang efisiensi sesuai dengan regulasi yang ada, maka dukungan terhadap Menata Kota Membangun Desa akan terwujud dengan tidak mengorbankan APBdes.
Akhir kata, saya selaku penulis menyampaikan pendapat ini tidak lain hanya untuk kebaikan Pemerintah dan Masyarakat Lahat semata. Tidak mendiskreditkan pihak lain, juga tidak mengandung unsur negatif.
Ditulis di Lahat : 2 Mei 2025
Opini
Peringatan 30 Tahun Sistem Asuransi Kesehatan Nasional, Taiwan Tingkatkan Kesetaraan Kesehatan

Penulis Dr. Chiu Tai-yuan _ _ Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan_ _ ROC (Taiwan)
Opini
Tarif Trump, Biaya Mendominasi

Oleh Ichsanuddin Noorsy*
*Ichsanuddin Noorsy adalah Ekonom yang juga Penasehat Forum Akademisi Indonesia (FAI).
Sekitar 40 tahun lalu, saat Indonesia didikte Amerika Serikat untuk melepas hambatan tarif (tariff barrier) terhadap perdagangan bebas, hampir semua ekonom Indonesia yang dididik Barat dan “kader Washington” mengaminkan anjuran yang memaksa itu.
Argumentasi mereka, sebagaimana argumentasi ekonom AS adalah, perdagangan bebas akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka pemerintah harus melepaskan perlindungan dan tidak boleh mendistorsi pasar. Lalu BUMN dan perusahaan domestik jangan menjadi jago kandang.
Tesa mereka berbunyi, biarkan pasar mencari keseimbangan sendiri. “Let the free market play,” begitulah propagandanya, dan semua universitas dan perguruan tinggi di Indonesia menyetujui.
Mata kuliah ekonomi internasional pun menjadi pengajaran bergengsi. Kebijakan ekonomi politik saat itu dikenal dengan sebutan deregulasi dan debirokratisasi. Lahirlah paket kebijakan November 1987 yang menurunkan tarif masuk barang impor. Bahkan pekerjaan Bea Cukai diserahkan ke perusahaan multi nasional asal Perancis bernama SGS (Société Générale de Surveillance).
Menkeu JB Sumarlin pun mengeluarkan gebrakan Paket Oktober 1988, suatu kebijakan yang meliberalkan sektor keuangan dan perbankan. Nilai tukar rupiah mengambang bebas. Hasilnya, Indonesia diserang oleh pasar uang yang memukul rupiah sehingga terjadi krisis multi dimensi 1997/1998. Lalu UUD 1945 pun diganti menjadi UUD 2002, hasil amandemen empat kali.
Banyak yang belum sadar, nilai tukar adalah bagian dari harga diri bangsa.
Setelah Indonesia terpuruk, AS kemudian menerbitkan kebijakan perang melawan teror menyusul peristiwa runtuhnya gedung kembar World Trade Centre pada 11 September 2001.
Justru dengan peristiwa itu AS membangun keyakinan diri bahwa pasar bebas, perdagangan bebas, demokrasi, model pembangunan Barat, dan tegaknya hak asasi manusia patut dicanangkan di seluruh dunia.
Presiden AS ke-43 George Walker Bush menegaskan hal itu pada 17 September 2002 dalam National Security Strategic of USA (Re: Noorsy, Prahara Bangsa, Desember 2024).
Jika kini Presiden AS ke-45 dan ke- 47 Donald Trump dari Partai Republik menerbitkan kebijakan hambatan tarif, maka AS sebenarnya sedang mempertahankan dominasi perekonomian globalnya dan sekaligus menyerang balik 60 negara. Sebenarnya pada 2004 AS sudah merasakan desakan impor dari berbagai negara, khususnya dari RRC.
Kemudian, walaupun sudah mendapatkan kepastian dari Irak, AS merasa tak nyaman tergantung pada pasokan minyak dari Venezuela, Kanada, Kuwait, dan Saudi Arabia.
Pada 2007 AS mengalami defisit perdagangan dengan RRC senilai US$ 267 miliar dan menjadi US$323 miliar pada 2008. Inilah yang menyebabkan krisis keuangan global pada 2008 karena gagal bayarnya Subprime Mortgage. Lagi-lagi semua ekonom mengaminkan bahwa krisis 2008/2009 disebabkan oleh krisis keuangan, tanpa melihat kekalahan perang dagang AS.
Menurut Wall Street Journal, defisit perdagangan AS sudah terjadi sejak 1980. Sementara defisit APBNnya berlangsung sejak 2001. Kebiijakan GW Bush sendiri dipandang telah membangkitkan perlawanan dari musuh-musuh potensial AS, baik secara militer maupun secara ekonomi.
Komite Penyelidik yang dibentuk Obama menyatakan, krisis 2008/2009 disebabkan oleh moral hazard (Re: Noorsy, Moral Hazard Perbankan. Unair, Surabaya, Februari 2011).
Dalam pengajaran saya di berbagai universitas/perguruan tinggi dan di Sekolah Pimpinan Nasional LAN, Sekolah Perwira Tinggi Kepolisian, serta di Sekolah Pendidikan Luar Negeri Kemenlu sejak 2009 hingga 2015 disebutkan bahwa perang dagang telah dimulai sejak Obama mencanangkan American First.
Saat berkuasa, Obama menyatakan muak terhadap Presiden RRC Hu Jintao. Tapi sikap Obama dinyatakan tidak memadai oleh Trump yang menjadi Presiden AS ke-45. Saat itu Trump langsung menyatakan perang dagang, perang nilai tukar, dan perang sistem ekonomi.
Media arus utama Barat melukiskan peperangan ekonomi itu sebagai state capitalism (BUMN) melawan corporate capitalism (korporasi swasta). Lima bulan sebelum Trump menduduki Gedung Putih, serangan Barat terhadap pasar modal Shanghai — yang disebut Black Monday 24 Agustus 2015 — justru membuahkan perlawanan Rusia dan China.
Dua negara ini menanggalkan pemakaian sistem pembayaran SWIFT Code yang menggunakan mata uang dolar AS. Kartu kredit Visa Card disingkirkan kartu kredit RRC, Unionpay. Secara menyeluruh, perang sistem ini dikenal sebagai Sustainable Growth atau Sustainable Development.
Tampak bahwa goal (SDGs) dari Barat yang dikomandoi AS melalui Bank Dunia, IMF dan WTO adalah melawan Belt and Road Inisiative dari RRC beserta negara mitranya. Dalam lingkup kelembagaan, inilah peperangan Bank Dunia bersama ADB melawan New Develoment Bank bersama Asia Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang modal besarnya dari RRC.
Maka dedolarisasi tak terhindarkan. Sementara RRC dan Rusia membuat sistem pembayaran sendiri sambil mengganti dolar (SDGs) AS dengan mata uang bilateral atau mata uang BRICS. Sebelumnya kader Partai Republik Marco Rubio yang saat itu menjabat sebagai Senator dari Florida, menyatakan, AS tidak perlu kecil hati.
Pernyataan ini seirama dengan pemberitaan majalah the Economist 30 Juni 2007, Still No.1, karena AS memiliki kekuatan militer, jumlah APBN yang besar, menguasai pasar minyak dan komoditas strategis, menguasai teknologi informasi dan komunikasi, penentu utama industri makanan cepat saji, dan penguasa industri media serta menjadi kiblat pendidikan.
Tapi perang ekonomi yang dilancarkan Trump era pertama tidak juga membuat AS berhasil mengatasi neraca perdagangannya. Pada titik ini, dimensi perdagangan global berbasis persaingan bebas telah membuat perekonomian AS terhuyung-huyung.
Penguasaan dolar AS sebesar 88,4 persen pada transaksi keuangan internasional, 59,1 persen pada cadangan devisa berbagai negara, 46,5 persen pada SWIFT Code, dan 25,4 persen pada perhitungan PDB Global tidak membuat AS mampu mengatasi kemelut perekonomian nasionalnya.
Kebijakan suku bunga Federal Reserve, inflasi tinggi, dan bantuan sosial melalui paycheck tidak membuat daya beli masyarakat AS membaik, sementara krisis kepemilikan rumah berlangsung bersamaan dengan bencana kebakaran, kebanjiran dan badai tornado yang menimbulkan biaya tinggi. Ketimpangan ekonomi yang tinggi pun terjadi.
Sebagai negara super power perekonomian dunia, Trump melihat bahwa biaya perekonomian nasional AS dan upaya menjaga posisi mendominasi dunia dapat dilakukan antara lain dengan tarif resiprokal.
Di dalam negeri, kendati diprotes berbagai negara bagian dan masyarakat luas, Trump melancarkan efisiensi anggaran dengan memberhentikan jutaan pegawai federal dan negara bagian.
Rasanya Trump akan bertahan dengan sikapnya jika kita belajar dari karakternya sebagai pebinis dan tokoh masyarakat kulit putih AS. Maka 50 negara yang tarifnya dinaikkan mengajukan negosiasi, sementara musuh utamanya, Kanada, Meksiko dan RRC melakukan pembalasan. Artinya, perang ekonomi belum usai.
Bagi Indonesia yang terkena penetapan tarif 32 persen dan ingin menegosiasikan, sebenarnya patut dilihat dalam perspektif risiko dan manfaat. Belajar dari 40 tahun terakhir, jatuhnya nilai tukar dan merupakan nilai tukar terlemah ke lima di dunia memberikan pembelajaran bahwa ada yang salah dalam pemilihan dan pemilahan kebijakan.
Defisit neraca pembayaran bersamaan dengan defisit anggaran menunjukkan surplus neraca perdagangan tidak identik dengan membaiknya makro prudensial (nilai tukar, suku bunga, dan inflasi).
Rentannya makro prudensial ini membuat mikro prudensial selalu berhadapan dengan rendahnya kepastian struktur biaya produksi. Pasar barang (terutama pada barang dan jasa hajat hidup orang banyak) dan pasar uang pasti memengaruhi pasar tenaga kerja. PHK pun terjadi lebih disebabkan oleh kebijakan pemerintah.
Sementara membaiknya nilai ekspor terhadap utang luar negeri dari 123 persen pada 2013 menjadi 130 persen pada 2024 malah menunjukkan ada yang salah dengan struktural perekonomian Indonesia. Penyebabnya adalah deindustrialisasi yang berjalan sejak era SBY hingga saat ini.
Trump sebenarnya sedang mengajarkan kaum teknokrat dan intelektual ultra neoliberal Indonesia bahwa “inward looking” (melihat ke dalam, mengutamakan kepentingan nasional) merupakan hal yang sangat penting untuk memelihara dan menjaga kedaulatan ekonomi.
Penyelamatan ini harus dilakukan bukan hanya dengan menganekaragamkan pasar, atau memperluas pasar. Ada yang lebih penting lagi, yakni memperbaiki kepercayaan sosial, politik dan ekonomi bersamaan dengan mendorong terjadinya inovasi sehingga bangsa ini tidak melulu dijadikan konsumen, atau menjadi budak dan operator atas kemajuan teknologi informas dan komunikasi.
Bangsa Indonesia tetap mempunyai harapan besar untuk bangkit sepanjang bangsa ini setia, tangguh dan teguh mempertahankan janji suci para pendiri republik. Mari berhenti menjadi penjilat dan penghianat karena kita mempunyai kiblat ekonomi sendiri.
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
4 Pria dan 1 Wanita Terduga Pelaku Narkoba Diringkus Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Team Tiger Polres Lahat Kembali Tangkap Terduga Pembunuhan
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Dua Pasal Hukum, Dodo Arman Ditangkap Kasat Reskrim Polres Lahat
-
Peristiwa4 tahun ago
Pelajar Alami Kecelakaan di Perlintasan Kereta Api Depan SMKN 2 Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Hampir Dua Bulan Buron, Pembacok Diciduk Tim Satreskrim Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Komplotan Pelaku Narkoba Lahat Tengah Berhasil Ditangkap Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Langgar Aturan, Oknum Polres Lahat Diberhentikan Tidak Hormat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Soal Pembunuhan di Kikim Tengah, Pengacara Korban Angkat Bicara