Opini
Kebebasan Pers, “Wartawan Berpikir Kritis Tanpa Batas”
Oleh: Mohammad Nasir
Pengantar Redaksi:
Mohammad Nasir adalah Pengajar Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) PWI, dan penguji kompetensi wartawan, Mohammad Nasir menyampaikan materi mata ajar Critical Thinking, di SJI Semarang, Jawa Tengah, 26 Juni 2024. Nasir yang juga Ketua Bidang Pendidikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menyampaikan materi sebagai berikut:
KEBEBASAN berpikir kritis, dan selalu skeptis adalah satu rangkaian sebagai upaya mencari kebenaran. Kebebasan, termasuk berpikir kritis menjadi hak asasi manusia yang paling hakiki.
Kebebasan atau kemerdekaan secara umum di dalamnya termasuk kebebasan pers dan wartawan berpikir kritis tanpa batas.
Sejauh masih bisa berpikir, pergunakanlah akal sehat bebas berpikir dengan jangkauan luas dan mendalam. Hidup macam apa, kalau berpikir saja takut.
Untuk mengukuhkan kebebasan telah ditegaskan dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
Kebebasan atau kemerdekaan pers selanjutnya ditetapkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Dalam konsiderans UU tentang pers itu disebutkan, kemerdekaan pers diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kemerdekaan pers UU Pers pada Bab II Pasal 2 disebutkan, “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”.
Kemudian di bab yang sama pada pasal 4 ayat 1 dilanjutkan, “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”.
Dilanjutkan ayat 2 sebagai penegasan: “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Pada ayat 3 pasal yang sama ditegaskan lagi, “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”.
Itulah kebebasan pers yang dikuatkan oleh undang-undang. Sebelumnya, kebebasan pers tidak mendapatkan perlindungan hukum.
Atmakusumah, pengajar Lembaga Pers Dr Soetomo dalam tulisannya (tahun 2014) menjelaskan, keadaan kebebasan pers sebelumnya, seperti ketika surat kabar pertama bernama Bataviaasche Nouvelles en Politique Raisonnementen (Berita dan Penalaran Politik Batavia) yang diterbitkan di Batavia 7 Agustus 1744, kebebasan pers belum mendapatkan jaminan perlindungan hukum berupa undang-undang seperti UU Pers 40/1999.
Sementara Amerika Serikat (AS) pada 15 Desember 1791 sudah mulai menabuh gendrang kebebasan pers melalui pengesahan amandemen pertama konstitusinya.
Kebebasan yang mendasar dalam amandemen pertama konstitusi AS itu berbunyi berbunyi:
Kongres tidak boleh membuat undang-undang yang menghormati pendirian suatu agama, atau melarang pelaksanaan agama secara bebas; atau membatasi kebebasan berpendapat, atau kebebasan pers; atau hak masyarakat untuk berkumpul secara damai, dan mengajukan petisi kepada Pemerintah untuk mengatasi keluhannya. (Congress shall make no law respecting an establishment of religion, or prohibiting the free exercise thereof; or abridging the freedom of speech, or of the press; or the right of the people peaceably to assemble, and to petition the Government for a redress of grievances).
Potongan kata “freedom of speech; or of the press” yang menunjukkan “free press” (pers bebas) bertujuan untuk melindungi penerbitan berita informasi dan pendapat.
Konstitusi yang memperkuat kebebasan pers itu disambut gembira oleh kalangan editor dan penerbit di Amerika Serikat.
Gaungnya terdengar hingga seluruh dunia, termasuk di bumi Nusantara. Meskipun demikian, perkembangan kebebasan pers secara global masih menghadapi tantangan dan hambatan.
Kini kebebasan pers dilaksanakan oleh media berskala luas, berbagai platform (cetak, online, radio, dan televisi).
Kenapa kini masih ada wartawan takut? Takut berpikir bebas, takut berpikir kritis?
Perlu berpikir ulang menekuni profesi wartawan, kalau pikirannya masih terbelenggu oleh berbagai hal yang membuat tidak mampu berpikir kritis.
Selalu Skeptis
Berpikir kritis bertumpu pada sikap yang meragukan terhadap segala hal, menyikapi dengan skeptis terhadap teks, baik pernyataan lisan, tertulis, atau simbol-simbol yang dirancang untuk menyampaikan informasi.
Sikap skeptis atau meragukan menjadi pangkal untuk mencari kebenaran. Kita ingat apa yang dikatakan oleh Rene Descartes (1596- 1650), filsuf Perancis yang menjadi bapak filsafat modern.
Ia mengatakan pernyataan filosofis yang sangat terkenal hingga saat ini, “cogito, ergo sum”, aku berpikir maka aku ada, atau dalam Bahasa Inggrisnya “I think, therefore I am).
Pernyataan filosofis itu dapat ditemukan dalam bukunya Discourse on the Method (1637), dan Principles of Philosophy (1644).
Cogito, ergo sum, mengajarkan untuk selalu meragukan semua hal di segala bidang, dan selanjutnya berpikir secara kritis dan logis untuk mencari kebenaran melalui berbagai sisi.
Selama informasi masih diragukan, wartawan tidak boleh menjadikannya sebagai bahan berita. Kalau masih ragu, tinggalkan (doubt, leave it).
Wartawan dituntut mencari kebenaran informasi melalui daya pikir kritis, melihat dan menggali informasi dari berbagai sisi. Mulai dari melihat lokasi kejadian/pengamatan lapangan sampai wawancara dengan berbagai pihak yang berkompenten.
Untuk mendapatkan informasi yang benar, wartawan harus detil dan berpikir kritis dalam melakukan wawancara.
Wartawan selalu mengejar penjelasan sumber yang belum jelas dan masuk akal. Pertanyaan “mengapa (why)” harus sering diajukan sebagai pertanyaan, selain “apa, kapan, di mana, siapa, dan bagaimana”.
Kesannya wartawan yang berpikir kritis itu menjadi cerewet.
“Wartawan itu cerewet, pengecam, penasihat, pengawas, penguasa dan guru bangsa. Empat surat kabar musuh lebih aku takuti daripada seribu bayonet” demikian kata Napoleon Bonaparte yang tersohor dan dikutip di mana-mana.
Napoleon (1769- 1821), sang kaisar dan komandan militer Perancis menggambarkan wartawan sebagai sosok yang cerewet.
Kecerewetan itu pantulan dari pikiran kritis. Bukan itu bukan ini, tapi yang lain, yang benar. Pikiran kritis digunakan untuk menggali informasi yang benar.
Kebenaran yang diharapkan sesuai nalar sehatnya, bukan kebenaran yang dipaksakan oleh penguasa atau orang lain yang punya kepentingan.
Kebenaran yang dipaksakan oleh penguasa itu seperti yang dipraktikkan dalam kehidupan bermedia di zaman otoritarian awal abad 15 ketika Johannes Gutenberg baru memperkenalkan mesin cetak untuk media di Eropa.
Setelah otoritarian yang menjadikan media sebagai corong penguasa tumbang karena tidak sesuai demokrasi, maka hiduplah masa libertarian.
Bukan Manusia Pasif
Dalam libertarian, manusia tidak lagi dipandang pasif dalam menerima kebenaran. Kebenaran tidak hanya datang dari satu arah, yakni penguasa. Tetapi manusia sebagai sosok rasional berhak mencari kebenaran. Bisa membedakan mana benar dan mana yang tidak.
“Peran media adalah membantu pencarian kebenaran, menolong individu mencari kebenaran. Oleh karena itu, dalam sistem libertarian media bukanlah bagian dari pemerintah, melainkan independen, otonom, dan bebas untuk mengekspresikan gagasan meskipun gagasan tersebut menyakitkan, tanpa merasa takut adanya campur tangan pemerintah,” (Dedy Djamaluddin Malik, Jalaluddin Rakhmat, dan Mohammad Shoelhi (Editor), Komunikasi Internasional, PT Remaja Rosdakarya, 1993).
Sekarang penguasa tidak bisa memaksakan kebenaran versinya sendiri. Kita tahu apa yang terjadi belakangan ini. Ketika Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pernyataan bahwa presiden boleh berkampanye dan berpihak di Pemilihan Umum (Pemilu).
Pernyataan itu disampaikan oleh Jokowi hari Rabu, 24/1/2023 ketika ditanya wartawan seputar kampanye. Begitu pernyataan Jokowi tersebar di media massa dan media sosial, langsung mendapat reaksi media yang bernada mengkritisi. Pernyataan presiden dianggap kurang tepat dan tidak netral.
Media pers pun membantu mencari kebenaran secara kritis dengan mewancarai cendekiawan dan orang-orang yang paham soal undang-undang Pemilu untuk memberi pencerahan pada masyarakat yang sedang bingung dengan pernyataan presiden.
Ternyata yang bereaksi terhadap pernyataan Jokowi, bukan hanya pers, tetapi individu-individu dalam media sosial pun memberi penilaian. Banyak netizen yang menafsirkan Jokowi akan bertindak semau-maunya dalam Pemilu 2024, karena putranya, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden, berpasangan dengan calon presiden Prabowo Subianto.
Jokowi pun kemudian menegaskan, pernyataannya bahwa presiden dan wakil presiden berhak berkampanye sebatas menjelaskan ketentuan yang ada di undang-undang Pemilu. Presiden meminta hal itu tidak diinterpretasikan atau ditarik ke mana-mana (Harian Kompas, 27/1/2024).
Demikianlah kebebasan berpendapat sekarang, kebebasan pers di era 4.0, libertarian yang juga ditandai dengan sistem penyebaran berita menggunakan internet dan bahkan memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Namun demikian, libertarian di Indonesia dilapisi dengan tanggung jawab sosial yang ditandai dengan kode etik jurnalistik dan undang-undang tentang pers.
Wartawan harus merdeka, independen, tanpa sensor seperti yang disebut dalam Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sebagai bentuk rasa tanggung jawab sosial, wartawan Indonesia wajib mentaati kode etik jurnalistik (KEJ) dan pedoman-pedoman pemberitaan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Terakhir telah disempurnakan dan disahkan pada 16 November 2023 oleh Ketua Dewan Pers Dr Ninik Rahayu, SH, M.S.
Pedoman-pedoman pemberitaan itu adalah Pedoman Pemberitaan Ramah Anak, Pedoman Pemberitaan Media Siber, Pedoman Pemberitaan Keberagaman, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) untuk radio dan televisi, Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas, Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan, Pedoman hak Jawab, Penerapan hak tolak dan tanggung jawab hukum dalam perkara jurnalistik.
Kebebasan pun kemudian diatur dengan pedoman-pedoman tersebut demi kebaikan bersama dan tanggung jawab sosial.
Dalam KEJ wartawan tidak boleh berbohong, menerima suap dari sumber berita dalam bentuk apapun yang dapat mempengaruhi independensi.
Pers dituntut mampu mem-verifikasi kebenaran informasi dengan menggunakan daya nalar kritisnya, sebelum menjadikan informasi sebagai berita media massa.
Tidak Beropini
Bahkan wartawan tidak boleh beropini, mencampurkan fakta dan opini pribadi. Hal ini juga menuntut wartawan bekerja lebih cermat dan berpikir kritis dalam melihat fakta.
Untuk menghindari opini, jangan menggunakan kata sifat kecuali dengan menunjukkan fakta-faktanya secara memadai. Lebih baik mengganti kata sifat dengan kata kerja dan kata benda yang jelas.
Misalnya kata sifat “kaya”, diganti dengan kata “memiliki 50 rumah masing-masing seharga di atas Rp 5 miliar”, kata “cantik”, diganti dengan kata-kata yang sudah umum dipahami masyarakat, misalnya “hidung mancung, rambutnya berombak”, dan seterusnya.
Sejumlah kata sifat yang perlu dihindari antara lain, hebat, baik, luar biasa, cantik, indah, ramah, mudah, sulit, kotor, segar, buruk, murah, mahal, besar, kecil.
Dengan menguraikan kata sifat, wartawan tidak mudah terjebak dalam permainan kata orang-orang politik. Misalnya, ada yang mengatakan calon wakil presiden A tidak sopan. Kata “tidak sopan” harus dijelaskan atau didiskripsikan dan atau dinarasikan, supaya wartawan tidak ikut beropini.
“Ketika kamu menggunakan kata sifat, kamu akan berisiko menyelipkan opinimu ke dalam cerita,” kata Carole Rich dalam bukunya Writing and Reporting News, A Coaching Methode, Wadsworth Chengage Learning, 2010.
Wartawan dalam kode etik jurnalistik tidak boleh menulis opininya sendiri. Wartawan hanya melaporkan kejadian, dengan keadaan apa adanya dengan sudut pandang yang menarik.
Diskripsi dan Narasi
Dalam berpikir kritis, wartawan diharapkan menjadi lebih teliti dan mampu menyampaikan tulisan-tulisan yang berwarna, menggunakan diskripsi dan narasi.
Dalam menulis feature misalnya, wartawan dituntut mempunyai kemampuan menarasikan suatu kejadian atau keadaan yang dilihatnya sendiri atau berdasarkan interview yang sangat detil.
Narrative writing, suatu tulisan bertutur yang dramatik, merekonstruksi kejadian, untuk mengajak pembaca seakan-akan menjadi saksi atau menyaksikan kejadian yang sedang dituturkan penulis.
Wartawan juga dituntut mampu menyampaikan informasi dengan gaya diskripsi. Walaupun feature ditulis dengan menggunakan diskripsi dan terasa seperti novel, bahan utamanya tetap serangkaian fakta (non-fiction), bukan fiction seperti novel.
Berpikir kritis, skeptis, dan menggali kebenaran dari berbagai dimensi, informasi yang disajikan wartawan akan teruji kebenarannya. Masyarakat yang berhak mendapatkan informasi pun memperoleh informasi yang benar.
- Mohammad Nasir, Ketua Bidang Pendidikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat (Periode 2023- 2028), aktif sebagai anggota Kelompok Kerja Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Pers Dewan Pers. Bekerja sebagai Wartawan Harian Kompas (1989- 2018).
- Materi ditulis untuk mata ajar Critical Thinking pada Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI)- PWI Pusat.
Sumber Bacaan:
- Atmakusumah dalam Panduan Jurnalistik Praktis, Mendalami Penulisan Berita dan Feature, Memahami Etika dan Hukum Pers, Penerbit Lembaga Pers Dr Soetomo, 2014).
- Malik, Dedy Djamaluddin, Jalaluddin Rakhmat, dan Mohammad Shoelhi (Editor), Komunikasi Internasional, PT Remaja Rosdakarya, 1993.
- Rich, Carole, Writing and Reporting News, A Coaching Methode, Wadsworth Chengage Learning, 2010.
- Goodwin, H. Eugene, Groping for Ethics in Journalism, Iowa State University Press, USA, 1983.
- Harian Kompas, 27 Januari 2024.
- Hohenberg, John, Free Press, Free People The Best Cause, The Free Press, New York and Collier Macmillan Publishers, London, 1973.
- Undang-Undang No 40/Tahun 1999 tentang pers.
- Pedoman- pedoman pemberitaan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers.***
Opini
Ketum SMSI Firdaus, “Selamat Pagi Indonesia”
SOROT matahari cerah menyinari bumi pertiwi dan para penduduknya yang terhampar dari Sabang sampai Merauke, dari Aceh sampai Papua.
Sinar matahari pagi di tahun baru 2025, tepatnya, Rabu 1 Januari, memberi harapan kita semua untuk melanjutkan kehidupan, berusaha, berbisnis, berbangsa, dan bernegara.
Harapan baru, the new hope berada di depan, lanjutan dari harapan panjang tahun sebelumnya 2024. Harapan itu tidak terkotak-kotak oleh waktu, oleh bulan, dan tahun. Tetapi sepanjang waktu, multi years. Kecuali harapan sudah tercapai, dan memulai yang baru.
Yang terasa berbeda dalam menjalani harapan adalah tahunnya. Tidak ada tahun sama. Katanya tidak ada waktu yang berulang.
Beda tahun beda tantangan. Beda presiden beda aturan, beda kultur, walaupun harapannya tetap saja sama: menuju rakyat sejahtera, Indonesia Emas.
Adaptasi oleh berbagai pihak yang ada dalam Indonesia merupakan tantangan. Perbedaan-perbedaan yang membuat pertikaian perlu diselaraskan.
Kultur rezim presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 10 tahun terakhir (dua periode) sempat tertanam dalam tatanan kehidupan bernegara dan kehidupan masyarakat.
Tentu saja kultur Jokowi belum habis, dan menyambung ke kultur baru yang dibawa Presiden Prabowo Subianto yang mulai bekerja tahun 2024, didampingi wakilnya, Gibran Rakabuming Raka.
Riak-riak penyesuaian pasti ada. Mereka yang tidak mampu menyesuaikan akan membawa prinsip masa lalu yang sudah usai. Seringkali membawa frustrasi karena tidak selaras dengan zaman sekarang.
Kebenaran cenderung melegitimasi mereka yang sedang berkuasa, dengan segala aturan dan undang-undang yang dibuatnya. Namun demikian, penguasa harus tetap berhati-hati.
Di era 4.0 yang menandai kehidupan serba internet, semua serba mudah. Dunia dalam satu genggaman gadget, smartphone.
Suara rakyat biasa bisa menggelegar mengancam kejatuhan sang penguasa, melalui jari-jemarinya yang bermain media sosial.
Suara pers media siber ikut menggema kemana-mana. Tidak ada ampun bagi yang bertindak semena-mena. Semoga semua mampu menyesuaikan. Selamat Tahun Baru 2025.
Opini
Peluang dan Tantangan Bisnis Media Lokal
Oleh Ilona Juwita
(Wakil Ketua Umum SMSI Bidang Pengembangan Bisnis dan Digital Media)
Bisnis media digital di Indonesia bertumbuh secara signifikan selama tahun 2024.
Salah satunya ditandai dengan pencapaian ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan mencapai Gross Merchandise Value (GMV) sebesar $90 miliar, naik 13% dibandingkan tahun 2023, menjadikannya yang terbesar di Asia Tenggara, berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2024 yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Company (Sumber: Google Blog)
Meningkatnya konsumsi konten digital, game, dan layanan streaming menjadi salah satu faktor besar tumbuhnya bisnis media digital, dengan GMV diperkirakan tumbuh 12% dari $7 miliar pada tahun 2023 menjadi $8 miliar pada tahun 2024.
Pertumbuhan ini juga berjalan seiring dengan meningkatnya pengguna internet di Indonesia.
Menurut data Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia pada awal 2024 mencapai 221 juta jiwa, atau sekitar 79,5% dari total populasi. Angka ini meningkat 2,75% dibandingkan awal tahun 2023.
Meskipun ada pertumbuhan, media digital menghadapi tantangan dalam hal pendapatan iklan dan persaingan dengan platform global.
Penurunan belanja iklan perusahaan untuk media massa dan dominasi platform media sosial global menekan pendapatan media lokal. Selain itu, perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) menambah kompleksitas dalam industri ini.
Bagaimana media digital terutama media massa menghadapi tantangan ini kedepan?
Media digital perlu mengadopsi strategi inovatif, seperti memanfaatkan data pengunjung untuk meningkatkan interaksi dan pengalaman pengguna, serta mengembangkan model bisnis yang lebih beragam.
Kolaborasi dengan pemerintah dan komunitas lokal juga penting untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan relevansi di era digital.
Pemanfaatan Data Pengunjung perlu diawali dengan membangun infrastruktur teknologi yang memadai.
Media perlu mengimplementasikan platform manajemen data pelanggan yang memungkinkan media untuk memiliki database yang lebih terstruktur sehingga memudahkan analisa dan segmentasi.
Selanjutnya media perlu melakukan berbagai inisiatif agar dapat mulai melakukan pengumpulan data termasuk salah satunya mendorong pengunjung berinteraksi dengan fitur, form registrasi, konten, dll.
Media juga harus memastikan patuh terhadap regulasi hukum privasi terutama bagaimana data pelanggan tersebut akan digunakan.
Melalui serangkaian analisis dan segmentasi yang bisa dilakukan melalui data tersebut, media dapat memberikan pengalaman berkunjung yang lebih personal, menawarkan targeting iklan yang lebih presisi, dan penawaran konten premium melalui skema berlangganan.
Skema bisnis berlangganan menjadi salah satu model bisnis baru yang patut dilirik terutama ketika media sudah mampu memastikan kualitas konten yang diproduksi dan pengelolaan data pelanggan yang tepat.
Model bisnis ini menjadi salah satu bentuk inovasi media digital untuk memastikan bisnis yang berkelanjutan.
Kolaborasi dengan pemerintah dan komunitas lokal akan mendorong pertumbuhan media digital lebih baik lagi. Pemerintah melalui support infrastruktur digital dan literasi yang lebih luas akan meningkatkan indeks masyarakat digital.
Hal ini akan mendorong tumbuhnya kebutuhan akan konten digital yang lebih beragam. Komunitas lokal selanjutnya memiliki peranan penting dalam menghadirkan konten tersebut tentunya dengan pendekatan lokal yang memiliki relevansi lebih baik.
Opini
Refleksi SMSI Akhir Tahun, Pilar Indonesia Emas 2045
Oleh: Firdaus (Ketua Umum SMSI)
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menyampaikan catatan akhir tahun 2024 dengan menyoroti kiprah Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat semangat kebangsaan dan mempersiapkan Indonesia menuju visi besar Indonesia Emas 2045.
Dalam refleksi ini, SMSI menilai demokrasi terpimpin dan pembangunan sumber daya manusia menjadi fondasi utama pencapaian cita-cita tersebut.
Presiden Prabowo Subianto dinilai berhasil membangkitkan optimisme bangsa. Semangat pantang menyerah yang ditunjukkan sepanjang perjalanan politiknya, termasuk keberanian menerima tawaran bergabung dalam Kabinet Jokowi meski berisiko kehilangan sebagian pendukung, dianggap sebagai keteladanan yang memperkokoh persatuan bangsa.
Keputusan monumental ini mampu meredakan keterbelahan politik pasca-Pemilu 2019, menjadi contoh keberanian demi kepentingan nasional.
Atas kontribusinya, SMSI memberikan penghargaan Pin Emas kepada Presiden Prabowo sebagai wujud apresiasi atas jasa-jasanya dalam mempersatukan bangsa dan mendorong transformasi pembangunan.
Untuk percepatan pembangunan SDM dan perubahan sistem politik Indonesia hal mendesak:
PERTAMA: Prioritas Pembangunan: Gizi dan Ketahanan Pangan
Di awal kepemimpinannya, Presiden Prabowo langsung mengarahkan fokus pada penguatan gizi anak-anak Indonesia.
Pemerintah telah mengalokasikan Rp 722 triliun untuk program makan bergizi yang menyasar 82,9 juta anak, ibu hamil, dan menyusui. Langkah ini disebut sebagai investasi strategis dalam pembangunan sumber daya manusia unggul.
Dalam konteks ketahanan pangan, Presiden Prabowo menghidupkan kembali konsep lumbung pangan desa sebagai strategi mencapai swasembada pangan. “Tiap desa harus punya lumbung pangan,” tegas Prabowo saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Nasional 2024.
Implementasi program ini melibatkan sinergi lintas sektor, termasuk peran aktif TNI-Polri dalam membantu petani meningkatkan produktivitas pertanian.
KEDUA Reformasi Sistem Politik dan Pemilu
Presiden Prabowo juga mengusulkan perbaikan sistem politik yang dinilai terlalu mahal dan tidak efisien. Dalam peringatan HUT ke-60 Partai Golkar, ia mengkritik pemborosan anggaran untuk pemilu langsung.
Prabowo mengusulkan agar pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD, sementara Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR. Ia berargumen bahwa anggaran negara sebaiknya dialokasikan untuk kebutuhan mendesak seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
KETIGA Kemerdekaan Pers sebagai Pilar Demokrasi
Komitmen Presiden Prabowo terhadap kemerdekaan pers juga menjadi sorotan. Sejak masa kampanye hingga dilantik sebagai Presiden RI ke-8, Prabowo konsisten menegaskan pentingnya kebebasan pers. Ia menandatangani Deklarasi Kemerdekaan Pers yang berisi jaminan independensi, penolakan terhadap intimidasi, serta dukungan bagi profesionalisme pers.
SMSI melihat, perkembangan teknologi digital membutuhkan pembaruan dengan tata ulang regulasi untuk melindungi keberlanjutan pers nasional.
Oleh karena itu, SMSI mendorong penyempurnaan UU Pers agar mampu mengakomodasi dinamika industri media di era digital.
SMSI optimistis, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, visi Indonesia Maju dan Indonesia Emas 2045 dapat tercapai. Selamat Tahun Baru 2025! (*)
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
4 Pria dan 1 Wanita Terduga Pelaku Narkoba Diringkus Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Team Tiger Polres Lahat Kembali Tangkap Terduga Pembunuhan
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Dua Pasal Hukum, Dodo Arman Ditangkap Kasat Reskrim Polres Lahat
-
Peristiwa3 tahun ago
Pelajar Alami Kecelakaan di Perlintasan Kereta Api Depan SMKN 2 Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Hampir Dua Bulan Buron, Pembacok Diciduk Tim Satreskrim Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Langgar Aturan, Oknum Polres Lahat Diberhentikan Tidak Hormat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Komplotan Pelaku Narkoba Lahat Tengah Berhasil Ditangkap Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Soal Pembunuhan di Kikim Tengah, Pengacara Korban Angkat Bicara