Opini
Mencari Jati Diri Pembangunan Lahat, Pernah Jadi Ibukota Provinsi Sumatera Selatan.

Oleh: M. Yanuar Anoseputra (Pengamat)
Sebagai Kabupaten Tua di Sumatera Selatan, yang bermula berdiri pada tahun 1877 sebagai Afdeling Lematang Ulu & Ilir yang merupakan salah satu dari sembilan Afdeling di bawah Residen Palembang saat itu.
Kemudian Belanda merubah dari 9 Afdeling menjadi 4 Afdeling saja. Lahat masuk sebagai salah satu dari empat Afdeling itu, yaitu Afdeling Palembangsche Bonvenlanden /Palembang Ulu meliputi Lahat sebagai ibukotanya, dan dibawahnya ada beberapa Onder Afdeling seperti Lematang Ilir (Muara Enim), Tanah Pasemah Pagaralam, Tebing Tinggi dan Musi Ulu (Muara Beliti).
Ketiga Afdeling lainnya adalah Afdeling Palembang Ilir / Palembangsche Benevenlanden beribukota di Sekayu. Afdeling Ogan Ulu dan Komering beribukota di Baturaja. Dan ibukota keresidenan adalah Palembang.
Kabupaten Lahat juga pernah menjadi ibukota sementara Provinsi Sumatera Selatan. Dulu pada 1946 terjadi sidang istimewa DPRS (Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera) di Bukit Tinggi Sumatera Barat, pulau Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi.
Yaiu Sumatera Utara meliputi Aceh, Sumatera Timur, Tapanuli dll. Kemudian Provinsi Sumatera Tengah meliputi keresidenan Riau, keresidenan Jambi dan keresidenan Sumatera Barat. Kemudian Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari keresidenan Palembang, Bangka Belitung, Bengkulu dan Lampung.
Provinsi Sumatera Selatan berdiri 1946 membawahi 4 keresidenan. Kemudian pada 1947-1948 Belanda mendirikan NSS (Negara Sumatera Selatan).
Maksud dan tujuannya adalah untuk memecah belah NKRI saat itu. Kemudian Negara Sumatera Selatan ini hanya mampu menguasai daerah Musi Ilir, Banyasin, Ogan Komering dan Kota Palembang.
Sedangkan daerah seperti Kewedanaan seperti Lematang Ulu / Lahat, Tebing Tinggi dan Musi Ulu tidak bisa dikuasai Negara Sumatera Selatan. Kemudian agar Provinsi Sumatera Selatan ini agar tetap eksis, maka pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan ini dipindahkan ke Lahat.
Sedangkan untuk pusat militernya dipindahkan ke Lubuk Linggau. Kemudian tahun 1950 pasca pembubaran NSS ibukota provinsi Sumatera Selatan kembali ke Palembang.
Lahat Kontemporer
Melihat sejarah ini, jelas sudah bahwa Lahat (Pagaralam masih bagian Lahat) memiliki sejarah panjang. Bahkan jika kita tarik sejarahnya pada zaman puyang dan kerajaan. Diumurnya yang begini, Lahat harus benar-benar memperhatikan wajah kotanya sebagai tolak ukur kemajuan suatu daerah.
Secara Sumber Daya Alam, Lahat memiliki potensi yang unggul jika dibandingkan daerah lain disekitarnya. Seperti sumber daya energi Batubara ataupun panas bumi. Sumber Daya tanah pertanian yang subur untuk tanaman dataran tinggi maupun dataran rendah, sumber pariwisata dan sumber adat budaya.
Baharudin Jusuf Habibie mantan Presiden RI berkata, produktivitas itu tergantung tiga elemen pada diri manusia, yaitu elemen Agama, elemen Budaya dan elemen Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Melalui tiga elemen inilah suatu daerah bisa mencapai produktivitasnya dan menemukan jati dirinya. Pembangunan daerah harus memakai tiga elemen ini. Bagaimana kita membangun Lahat dengan agama nya yang beragam, penguatan sendi kehidupan beragama di Kabupaten Lahat. Hal ini sudah banyak dicontohkan di berbagai daerah lain di Indonesia. Contoh saja Bangka Tengah, mereka membangun daerah dengan elemen Agama yang kuat.
Dimulai dari tingkat Desa ada perlombaan MTQ rutin setiap tahun, TPA disemarakkan. Bukan hanya agama Islam, namun agama lain pun demikian. Ini adalah pondasi karakter yang akan menjaga kondisi daerah yang kondusif.
Kemudian elemen Budaya juga sudah dilakukan berbagai daerah lain di Indonesia. Contoh saja Palembang. Mereka memiliki Lembaga Adat resmi seperti Kesultanan Palembang Darussalam yang menjaga agar adat budaya Palembang tetap eksis tidak tergerus zaman.
Hal ini sangat penting untuk jati diri Bangsa. Jika kita lupa dengan adat budaya, maka hilanglah jati diri kita. Kota Palembang sangat menyadari ini sehingga adat budaya Palembang masih terjaga ditengah kemegahan pembangunan Kota Metropolitan Palembang yang sudah berkembang pesat. Selain Palembang, ada juga Kota Yogyakarta yang dibangun dengan elemen Budayanya.
Kemudian elemen Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ini adalah wajah terdepan kemajuan suatu daerah. Bayangkan saja, kota Palembang dengan segala kemajuannya masih memiliki kekurangan oleh banyak netizen Skyscraper jika dibandingkan dengan Kota besar lainnya di Indonesia.
Karena di Palembang minim Gedung Tinggi pencakar langit. Artinya, pembangunan fisik ini sangat penting bagi warga dunia untuk melihat apakah daerah itu maju atau tidak melalui berapa banyak gedung pencakar langit nya.
Lahat mulai harus membangun gedung tinggi minimal 15 lantai sebagai ikon baru pembangunan Kabupaten Lahat. Kita sudah lama terlena dengan Tugu Lahat sebagai ikon kita satu-satunya di bidang pembangunan dan ikon alam kita yaitu Bukti Serelo.
Sekarang sudah saatnya Lahat membangun elemen IPTEK ini dimulai dengan gedung tinggi, lalu tata kota yang bersih, rapi dan menawan. Jika tidak sekarang, kapan lagi ? Sedangkan Kabupaten tetangga sudah membanggakan gedung 12 lantai yang mereka punya.
Kota Impian
Pembangunan identitas atau jati diri ini adalah hal prioritas dalam membangun sebuah peradaban. Lihatlah berbagai peradaban dari masa lalu seperti Romawi. Peradaban itu dibangun atas elemen Agama, budaya dan Teknologi pada masanya yang membentang sepanjang Eropa. Kemudian Bangsa Persia pun juga dengan elemen yang sama. Hingga terakhir masa Peradaban Islam juga dibangun atas elemen yang sama juga hingga mencapai puncak kejayaannya pada masa Bani Abbasiyah.
Lalu bagaimana dengan jati diri Lahat? Hingga hari ini kita belum menemukan fokus pada salah satu elemen itu. Yang hanya adalah penggalian perut bumi Lahat yang kemudian merubah wajah Lahat dari yang dulu sejuk menjadi panas, tanpa adanya efek berarti bagi perkembangan kotanya sampai hari ini.
Saya menyumbang pemikiran dalam tulisan ini beberapa program impian strategis, yaitu pembangunan wajah kota dengan gedung pencakar langit sebagai ikon baru daerah, pendirian lembaga adat resmi oleh pemerintah untuk menjaga adat budaya daerah agar tidak tergerus zaman.
Meningkatkan elemen keagamaan dimulai dari tingkat Desa dengan kebijakan turunan pemerintah, melakukan penanaman dan penghijauan kembali eks lahan tambang, serta menjadikan Lahat sebagai Ibukota Airterjun Dunia yang bisa berdampak nyata bagi ekonomi karena bisa menggeliatkan UMKM bagi masyarakat.
Pembangunan ini tentu saja memerlukan biaya yang besar terutama pembangunan fisik. Maka tugas pemerintahlah untuk menggaet investor dan mempromosikan potensi itu kepada mereka.
Atau bisa juga dengan pemanfaatan simpul ekonomi yang ada seperti perusahaan tambang ataupun Dana Desa untuk pembangunan yang terarah. Tujuan dari semua ini adalah menjadikan Lahat yang punya sejarah besar di masa lalu, menjadi semakin nyata di masa sekarang. Sama besarnya dengan harapan kita semua yang takkan habis hanya seiring berakhirnya tulisan ini.
Opini
Seruan Dukungan Partisipasi Taiwan ICAO

Oleh Chen Shih-kai*
*Chen Shih-kai adalah Menteri Perhubungan dan Komunikasi Repulic of China (Taiwan).
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) menyelenggarakan Sidang Majelis setiap tiga tahun sekali. Forum ini menjadi wadah penting untuk melakukan pertemuan multilateral dan diskusi dalam merumuskan regulasi serta standar penerbangan sipil global.
Hasil keputusan Sidang Majelis dipatuhi oleh negara-negara anggota guna menjamin pertumbuhan penerbangan sipil internasional yang aman, tertib, dan berkelanjutan.
Sidang Majelis ICAO ke-42 dijadwalkan berlangsung pada 23 September hingga 3 Oktober 2025 di markas ICA) di Montreal, Kanada, dengan mengusung rencana strategis jangka panjang bertajuk “Safe Skies, Sustainable Future”.
ICAO menekankan komitmen untuk bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan, baik negara anggota, nonanggota, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun sektor swasta untuk membangun sistem penerbangan internasional yang lebih tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.
Sejalan dengan tujuan tersebut, Taiwan menyerukan agar ICAO memberi kesempatan bagi partisipasi penuh Taiwan dalam Sidang Majelis, pertemuan teknis, dan mekanisme lainnya guna menjamin kebutuhan keselamatan dan pembangunan penerbangan regional, sekaligus mewujudkan langit yang aman menuju masa depan berkelanjutan.
Pentingnya FIR Taipei
Wilayah Informasi Penerbangan Taipei (Taipei FIR) mencakup salah satu jalur udara tersibuk di Asia Timur, dan merupakan bagian integral dari lebih dari 300 FIR dalam jaringan ICAO. Dalam kaitan ini, Otoritas Penerbangan Sipil Taiwan (CAA) merupakan satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab mengawasi FIR Taipei.
CAA menyediakan layanan informasi penerbangan yang komprehensif serta mengelola rute udara demi menjamin keselamatan dan efisiensi semua penerbangan yang masuk, keluar, maupun transit melalui wilayah ini.
Dari perspektif manajemen risiko dan keselamatan, ICAO seharusnya memberi kesempatan kepada CAA untuk berpartisipasi, sejajar dengan otoritas pengelola FIR lainnya. Hal ini penting agar FIR Taipei dapat berkomunikasi langsung dengan FIR lain maupun dengan ICAO, sehingga arus informasi dapat tersampaikan secara cepat dan tepat.
Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok kerap mendeklarasikan zona bahaya sementara, melakukan reservasi wilayah udara, dan menetapkan area latihan militer di FIR Taipei, meski tidak memiliki kewenangan atas wilayah tersebut.
Langkah ini dilakukan tanpa memenuhi ketentuan ICAO mengenai pemberitahuan minimal tujuh hari sebelumnya, sehingga menimbulkan gangguan serius terhadap keselamatan penerbangan, baik di FIR Taipei maupun di FIR sekitarnya.
Komitmen Taiwan bagi Penerbangan Global
Industri penerbangan internasional saat ini menghadapi beragam tantangan, baik yang bersumber dari faktor alam maupun ulah manusia, seperti perubahan iklim, krisis energi, hingga ketegangan geopolitik global.
Taiwan yang mengelola lalu lintas padat di FIR Taipei berupaya konsisten menjadi pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dalam komunitas penerbangan internasional.
CAA telah meluncurkan Program Keselamatan Negara (State Safety Program), mengadopsi standar ICAO, serta bekerja sama dengan pemangku kepentingan industri untuk membangun sistem pengawasan keselamatan. Hasilnya, Taiwan mencatat kinerja keselamatan yang sangat baik.
Khusus pada periode 2020 – 2024, tingkat kecelakaan pesawat bermesin turbofan maupun turboprop mencapai nol kasus per sejuta penerbangan.
Industri penerbangan Taiwan juga memperoleh pengakuan global. EVA Air, misalnya, dinobatkan sebagai salah satu maskapai layanan penuh paling aman di dunia oleh AirlineRatings.com, dan menempati peringkat ketujuh maskapai paling aman pada 2025.
Selain itu, untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, CAA telah memasukkan Skema Pengimbangan dan Pengurangan Karbon untuk Penerbangan Internasional (CORSIA) ke dalam hukum nasional, serta meluncurkan program percontohan bahan bakar penerbangan berkelanjutan pada April 2025.
Langkah ini menegaskan tekad Taiwan untuk berkontribusi nyata dalam transformasi menuju target nol emisi bersih. Tetapi, meski berbagai upaya telah dilakukan, akses Taiwan terhadap informasi penting masih terbatas karena tidak diizinkan mengikuti pertemuan teknis maupun pelatihan yang diselenggarakan ICAO.
Dalam kaitan ini, sudah seharusnya ICAO menjalankan prinsip “No One Left Behind” dengan membuka ruang partisipasi yang setara bagi Taiwan.
Momentum Penting Merangkul Taiwan
Keselamatan penerbangan tidak mengenal batas negara. Selama puluhan tahun, Taiwan melalui CAA konsisten menegakkan standar tertinggi dalam pelayanan dan keselamatan di FIR Taipei, sekaligus mematuhi standar serta rekomendasi ICAO.
Sebagai bagian dari komunitas penerbangan internasional, Taiwan memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjaga keselamatan penerbangan regional maupun global.
Partisipasi Taiwan dalam ICAO akan memungkinkan kolaborasi yang lebih erat dengan negara-negara lain, sehingga mampu memberi kontribusi positif bagi perkembangan penerbangan global dan kesejahteraan umat manusia.
Dengan tema “Safe Skies, Sustainable Future”, Sidang Majelis ICAO ke-42 menjadi momentum penting bagi organisasi ini untuk merangkul Taiwan.
Melalui partisipasi yang bermakna, Taiwan dapat berbagi keahlian profesional demi mewujudkan visi ICAO, yakni menciptakan langit yang lebih aman sekaligus masa depan penerbangan yang lebih berkelanjutan.
CAA Taiwan berkomitmen bekerja sama dengan komunitas internasional untuk mengimplementasikan Standar dan Praktik yang Direkomendasikan (SARPs).
SMSI PUSAT
Opini
Kapolri Mendahului Atau “Melawan” Presiden?

Prof Henri Subiakto – Guru Besar FISIP Universitas Airlangga, dan Dewan Pakar Serikat Media Siber Indonesia
Presiden Prabowo sedang menyiapkan agenda reformasi Polri sebagai respon tuntutan publik pasca-demo besar pada Agustus 2025.
Pada 17 September 2025, Prabowo menunjuk Komjen Pol (Purn) Ahmad Dofiri, mantan Wakapolri yang dikenal tegas, termasuk pernah menangani kasus Ferdy Sambo dan sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Kamtibmas serta Reformasi Kepolisian, sebelum dilantik, telah dinaikkan pangkatnya secara istimewa menjadi Jenderal Polisi Kehormatan (bintang empat).
Penunjukan itu disertai rencana pembentukan Komite Reformasi Kepolisian di level presiden, yang melibatkan tokoh luar seperti mantan Menko Polhukam Mahfud MD, untuk evaluasi menyeluruh.
Sementara Kapolri Listyo Sigit merespons cepat dengan membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri secara internal pada hari yang sama melalui Surat Perintahnya. Tim ini beranggotakan 52 perwira, diketuai Komjen Chryshnanda Dwilaksana dengan Listyo Sigit sebagai pelindung dan Wakapolri sebagai penasihat.
Peristiwa ini mencerminkan dinamika politik yang kompleks di pemerintahan Prabowo, upaya reformasi Polri jadi uji coba keseimbangan kekuasaan antara presiden, Polri, genk Solo dan tuntutan publik.
Penunjukan Dofiri, figur kredibel dari internal Polri yang dihormati karena integritasnya (lulusan Adhi Makayasa Akpol 1989), jadi sinyal kuat, Prabowo ingin mengendalikan agenda reformasi secara langsung dari Istana.
Secara politik, akan memperkuat citra Prabowo sebagai pemimpin tegas yang ingin “membersihkan” institusi Polisi dari warisan presiden Jokowi (di mana Listyo diangkat karena kedekatannya sejak dari Solo).
Kenaikan pangkat Jenderal Dofiri juga bisa dibaca sebagai sikap politik yg memilih loyalis di luar loyalis Listyo, mengingat Dofiri lebih senior dan dikenal tegas dan bukan gerbong yang dibina Listyo Sigit.
Dengan adanya Pembentukan tim internal Polisi tepat sehari setelah penunjukan Dofiri menimbulkan interpretasi ganda. Di satu sisi dilihat sebagai langkah proaktif Polri “sudah ingin berbenah sendiri” dan terbuka terhadap masukan dari luar, namun juga bisa berarti pembentukan tim internal sebagai upaya defensif kelompok Listyo untuk mempertahankan struktur Polri sekarang.
Ini upaya para pimpinan Polri dibawah Jenderal Listyo Sigit untuk mencegah agar reformasi dari presiden nantinya tidak “mengganggu” struktur hirarki para petinggi Polri yang sudah cukup lama disiapkan dan dibina Listyo Sigit.
Ini juga menguji hubungan antara Presiden Prabowo dengan Kapolri Listyo Sigit yg tampak kooperatif dengan menyatakan siap ikut kebijakan presiden, namun di sisi lain ia membentuk tim internal yang cukup besar yang bisa dimaknai sebagai upaya perlindungan posisi Kapolri dan struktur polisi dari kemungkinan rekomendasi radikal dari tim bentukan presiden.
Karena jika ada rekomendasi perubahan struktural yang radikal, seperti yang diminta Gerakan Nurani Bangsa, tentu berpotensi memicu gesekan dalam Polri yang sudah terbangun kuat.
Tim internal bisa bermakna “pembelaan” pada Polri sekarang, di tengah tuntutan reformasi yang kian kencang dari mana mana.
Reformasi institusi polisi datang pasca-pemilu 2024 yang menyisakan kesan kuatnya peran polisi dalam politik. Serta datang dari stigma polisi yg represif dalam penanganan demo, dan aktivitas kebebasan berpendapat.
Presiden Prabowo akan dinilai sukses jika berhasil melakukan reformasi hingga mengembalikan kepercayaan pada institusi polisi. Namun jika Presiden tidak mampu berbuat banyak dan Kapolri tetap Jenderal Listyosigit atau sosok yang disiapkannya, maka pemerintah Prabowo akan dianggap “tidak solid” dan tidak tegas, lebih banyak omon omon.
Artinya perkembangan dari peristiwa ini penting sebagai tanda soliditas kekuasaan Presiden dan relasinya dengan institusi Polisi. Prabowo ingin mereformasi polisi lewat kebijakannya, agar memperkuat dukungan dan legitimasinya sebagai presiden hingga 2029.
Tapi keinginan politik itu nampaknya ada yang tidak suka. Disitulah kemudian Listyo Sigit dan kekuatan di belakangnya memunculkan peran bottom-up seolah tidak kalah tanggap.
Makna politik terbesarnya adalah pengujian apakah Polri bisa direformasi tanpa konflik internal, atau justru jadi arena perebutan pengaruh antara kekuatan kelompok jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jokowi di satu sisi, “menghadapi” Presiden Prabowo bersama kekuatan yang menginginkan reformasi Polisi secara menyeluruh di sisi yang lain.
OK kita pantau apa yang akan dilakukan Presiden dan perkembangan kedua tim dalam 2-3 minggu ke depan. Apa ada sinergi di antaranya, atau mereka jalan sendiri sendiri karena memiliki tujuan dan inisiator yang berbeda.*** (SMSI Pusat)
Opini
5 Pasal Kontroversi dan Multitafsir RUU Perampasan Aset

Oleh: Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, SH, MH, (Guru Besar Universitas Negeri Makassar, Ketua Dewan Pembina Serikat Media Siber Indonesia (SMSI)
Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang akan disahkan mendapat sorotan luas. Sebab RUU yang digadang-gadang sebagai senjata ampuh negara untuk melawan korupsi dan kejahatan luar biasa itu bisa disalahgunakan. Hal ini karena adanya beberapa pasal yang kontroversi dan multitafsir.
RUU ini punya tujuan mulia. Tetapi ada 5 pasal yang harus dicermati karena hukum bisa menjadi menakutkan daripada fungsi melindungi. Ini bisa menurunkan kepercayaan rakyat terhadap hukum dan negara. Sebelum disahkan, sebaiknya pasal-pasal tersebut diperbaiki.
Pasal 2 mendalilkan negara bisa merampas aset tanpa menunggu putusan pidana. Masalah yang timbul adalah menggeser asas praduga tak bersalah. Risikonya, pedagang atau pengusaha yang lemah dalam administrasi pembukuan, kekayaannya bisa dianggap ‘tidak sah’.
Demikian juga Pasal 3, yang menyatakan aset dapat dirampas meskipun proses pidana terhadap orangnya tetap berjalan. Ini akan menimbulkan dualisme hukum perdata dan pidana. Risikonya masyarakat bisa merasa dihukum dua kali: aset dirampas, sementara dirinya tetap diadili.
Berikutnya Pasal 5 ayat (2) huruf a, mengatakan perampasan dilakukan bila jumlah harta dianggap ‘tidak seimbang’ dengan penghasilan sah. Persoalannya frasa kalimat ‘tidak seimbang’ sangat subjektif. Risikonya seorang petani yang mewarisi tanah tanpa dokumen lengkap bisa dicurigai, karena asetnya dianggap lebih besar dari penghasilan hariannya.
Pasal 6 ayat (1) juga perlu dicermati. Aset bernilai minimal Rp 100 juta bisa dirampas. Persoalannya ambang batas nominal bisa salah sasaran. Karena seorang buruh yang berhasil membeli rumah sederhana Rp 150 juta bisa terjerat, sementara penjahat bisa menyiasati dengan memecah aset di bawah Rp 100 juta.
Selanjutnya Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan aset tetap bisa dirampas meskipun tersangka meninggal, kabur, atau dibebaskan. Persoalannya hal ini bisa merugikan ahli waris dan pihak ketiga yang beritikad baik. Risikonya, anak-anak bisa kehilangan rumah warisan satu-satunya karena orang tuanya pernah dituduh tindak pidana.
Yang juga penting untuk dicermati adalah prosedur perampasan (blokir, sita, pembuktian), di mana didalilkan setelah aset disita, pihak yang keberatan harus membuktikan bahwa harta itu sah (reverse burden of proof). Ini membalik beban pembuktian ke rakyat. Risikonya, rakyat yang tidak paham hukum bisa kehilangan aset karena tidak mampu menunjukkan dokumen formal.
Karena itu, saya menyarankan pembahasan RUU memperjelas definisi pasal-pasal yang kontroversial tersebut. Mulai dari Istilah ‘tidak seimbang’, di mana harus punya ukuran objektif, laporan pajak, standar profesi, atau data ekonomi. Juga perlindungan kepada pihak ketiga dan ahli waris, untuk ditegaskan bahwa harta orang beritikad baik tidak boleh dirampas.
Pun demikian soal pembuktian. Harus tetap menjadi beban aparat penegak hukum. Karena siapa yang menuduh wajib membuktikan, bukan rakyat. Termasuk harus ada putusan pengadilan independen sebagai syarat mutlak perampasan, karena tidak boleh ada perampasan tanpa persetujuan hakim.
Begitu pula proses perampasan, harus transparan dan mengutamakan akuntabilitas publik sehingga proses perampasan harus terbuka, diawasi media dan masyarakat. Negara juga harus menyediakan bantuan hukum gratis, terutama bagi rakyat kecil yang terdampak.
Terakhir, sosialisasi dan literasi hukum harus dikerjakan masif. Rakyat harus diedukasi agar tahu hak-haknya, sehingga tidak mudah ditakut-takuti. Karena ibarat pedang bermata dua, rakyat kecil bisa dikriminalisasi hanya karena lemah administrasi. Sedangkan orang kaya bisa melindungi aset dengan pengacara dan dokumen.***
-
Hukum & Kriminal5 tahun ago
4 Pria dan 1 Wanita Terduga Pelaku Narkoba Diringkus Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal5 tahun ago
Team Tiger Polres Lahat Kembali Tangkap Terduga Pembunuhan
-
Hukum & Kriminal5 tahun ago
Dua Pasal Hukum, Dodo Arman Ditangkap Kasat Reskrim Polres Lahat
-
Peristiwa4 tahun ago
Pelajar Alami Kecelakaan di Perlintasan Kereta Api Depan SMKN 2 Lahat
-
Hukum & Kriminal5 tahun ago
Hampir Dua Bulan Buron, Pembacok Diciduk Tim Satreskrim Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal5 tahun ago
Komplotan Pelaku Narkoba Lahat Tengah Berhasil Ditangkap Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Langgar Aturan, Oknum Polres Lahat Diberhentikan Tidak Hormat
-
Hukum & Kriminal5 tahun ago
Soal Pembunuhan di Kikim Tengah, Pengacara Korban Angkat Bicara