Connect with us

Opini

Teguhkan Diri, Taiwan Sebagai Pemain Semikonduktor Dunia

Published

on

Oleh Theo Yusuf*

Release SMSI Pusat + 

Jakarta, MLCI – Sejak tahun 1970-an Taiwan sudah dikenal sebagai negara yang memproduksi sepeda. Taiwan sudah mengembangkan sepeda plus suku cadangnya untuk berbagai jenis sepeda produk Eropa dan Asia.

Anda mungkin masih ingat, rantai sepeda, gir dan velek merek KMC, diproduksi oleh KueiMeng Taiwan (KMC). Perusahaan itu mampu memasok rantai sepeda terbesar di dunia dengan pangsa pasar global lebih dari 70 persen.

Itu berarti, tidak peduli merek sepeda apa pun yang dikayuh oleh pengendaranya, suku cadangnya kemungkinan besar diproduksi dan dipasok oleh KMC Taiwan. Merek ban sepeda yang sudah dikenal, seperti Kenda dan Maxxis juga diproduksi Taiwan.

 

Di luar sepeda, produk laptop dan komputer merek Acer dan Assus juga diproduksi oleh perusahan Taiwan. Bahkan produk dari Taiwan itu terpampang di hampir semua sudut mall dan pasar tradisional di berbagai negara.

 

Di sisi lain, jenis minuman misalnya, Chatime, Coco Fres Tea & Juice, termasuk juga restoran khas makanan ala Taiwan, Din Tai Fung, cukup mudah ditemukan di banyak tempat.

 

Kesuksesan produksi sepeda, perangkat lunak, hingga jenis kuliner itu menjadikan Taiwan mulai banyak dikenal oleh banyak negara.

 

Kantor Perdagangan dan Ekonomi Taipei (TETO) di Indonesia menyebutkan, sepeda listrik Taiwan menyumbang lebih dari 64 persen pasar di Uni Eropa (UE) pada 2019, menempati urutan pertama di dunia untuk pasar UE, dan tahun berikutnya juga tetap bertahan.

Dalam kaitan itu, Menteri Perindustrian Indonesia Agus Gumiwang Kartasasmita baru-baru ini menyatakan harapannya agar Indonesia dapat memproduksi dan mengembangkan sepeda dan komponen terkait lainnya sehubungan meningkatnya permintaan sepeda oleh masyarakat Indonesia.

 

Artinya, Taiwan dapat dijadikan sebagai “role model” untuk pabrik sepeda di Indonesia, dan Taiwan sendiri tidak ingin hanya memproduksi produk yang bernilai murah.

 

Sementara itu guna meneguhkan Taiwan sebagai negara yang diperhitungkan dalam kemajuan teknologi dunia, tahun 1987 Morris Chang di Taiwan mendirikan perusahaan Semiconductor Company

Limited (TSMC).

 

TSMC berkembang menjadi perusahaan manufaktur dan desain kontrak semikonduktor multinasional Taiwan. Kini belum banyak negara yang bisa membangun industri semikonduktor sehebat Taiwan. TSMC merupakan produsen semikonduktor terdedikasi pertama di dunia dan telah lama menjadi pemimpin di bidangnya.

 

Perusahaan itu terus berkembang hingga kini. Meskipun awalnya dipelopori oleh pemerintah, tetapi dalam perkembanganya saham perusahaan itu dilepas ke swasta agar kontrol keuangan dan manajemennya lebih baik dan terbuka. Oleh karenanya, wajar TSMC terus tumbuh hingga mampu melantai di Bursa Saham Taiwan sejak 1993.

 

Empat tahun berikutnya, 1997 TSMC mencatatkan saham perdananya di bursa NYSE AS sehingga tercatat menjadi perusahaan asal Taiwan pertama yang melantai di Bursa Saham New York.

 

Sejak itu, TSMC mencatatkan pertumbuhan asumsi tahunan Compound Annual Growth Rate (CAGR) bersifat konstan sepanjang jangka waktu tertentu. CAGR tumbuh sekitar 17,4 persen dalam hal pendapatan dan sebesar 16,1 persen dalam hal pertumbuhan laba.

 

Dengan percaya diri Menteri Luar Negeri Taiwan Lin Chia-Lung Ph.D, kepada jurnalis internasonal di Taipei beberapa waktu silam mengemukakan, negaranya akan segera menyusul kemajuan teknologi AS dan Korea Selatan, Intel dan Samsung.

 

Taiwan ingin meneguhkan dirinya sebagai pemasok industri semikonduktor terbesar dunia. Saat ini peringkatnya sudah terbesar di dunia, atau di atas China Daratan.Taiwan ingin meneguhkan diri sebagai raja semikonduktor atau chip yang penting dalam kehidupan modern.

 

Lembaga riset pasar global bidang teknologi industry (TrendForce) menyebutkan, pangsa pasar Taiwan dalam kapasitas produksi

semikonduktor global mencapai sekitar 46 persen tahun 2023, diikuti China (26 persen), Korea Selatan (12 persen), Amerika Serikat (6 persen), dan Jepang (2 persen).

 

Pendapat ini dibenarkan oleh pihak Scott Huang Invesment Division, Associate Researcher, Hsinchu Science Park Bureau, saat pres internasional mengunjungi pabrik itu baru-baru ini.

 

Sebagian besar dominasi Taiwan digawangi TSMC, produsen chip kontrak terbesar di dunia. Apple dan Nvidia termasuk klien terbesarnya. TSMC pun membuat prosesor tercanggih di iPhone.

 

Oleh karena itu Indonesia seyogianya perlu melakukan kolaborasi dengan menyiapkan bahan dasarnya seperti batu bara, gas alam, dan amoniak yang ramah lingkungan untuk memasok kebutuhan Taiwan terhadap bahan baku tersebut dalam jumlah besar.

 

“Selama ini bahan baku dipasok mayoritas dari Australia,” kata Kao Shien Quey, Deputy Minister National Development Council, menjawab pertanyaan wartawan Australia di Taipei Taiwan dua pekan lalu.

 

Bayang-bayang Intimidasi China

 

Terkait masalah politik, baru-baru ini pihak Kementerian Luar Negeri (MOFA) Taiwan saat ditanya Wartawan Guatemala soal bayang-bayang Taiwan akan diambil oleh China Daratan mengeluarkan kritik kepada China.

 

MOFA dalam tanggapannya mengatakan, Tiongkok menggunakan terminologi kebijakan “Prinsip Satu Tiongkok” dengan tujuan memanipulasi komunitas internasional dan meremehkan kedaulatan Taiwan,

 

Pemerintah Taiwan dengan sungguh-sungguh membantah klaim palsu Tiongkok dan negara-negara bawahannya. Taiwan akan terus mempertahankan kedaulatan nasional dan sistem demokrasi bebasnya.

 

Disebutkan China agaknya sering membuat janji palsu. China pernah berjanji memberikan bantuan keuangan Tiongkok sebagai metode memburu sekutu diplomati Taiwan.

 

Konpensasinya Beijing menjanjikan US$ 2 miliar kepada Pemerintah

Honduras dan mengimpor udang putih dari negara itu. Namun ternyata China mengingkari janji tersebut. Honduras masih belum mendapatkan akses ke pasar udang Tiongkok setelah pemerintahnya memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan.

 

Sejak itu, 60 persen petambak udang di Honduras gulung tikar. Sementara negara itu mengalami kerugian sebesar US$ 39 juta. Meskipun Kantor Berita Xinhua, outlet media resmi Tiongkok melaporkan pada 22 Juli lalu bahwa gelombang pertama udang

putih Honduras telah diekspor ke Tiongkok, industri udang di negara itu sudah berada di ambang kebangkrutan.

 

Soal Kebijakan Satu China, AS telah secara terbuka membantahnya berkali-kali, dan dengan jelas menyatakan “Kebijakan Satu Tiongkok” Amerika Serikat tidak sama dengan “Prinsip Satu Tiongkok” versi China.

 

Disebutkan, Resolusi 2758 hanya membahas masalah kursi Tiongkok di PBB dan tidak menyebut Taiwan samasekali. Tiongkok telah memutarbalikkan Resolusi Majelis Umum PBB itu.

 

China terus menggunakan taktik perang campuran seperti ancaman militer, pemaksaan ekonomi, penindasan diplomatik, perang hukum, dan perang kognitif dalam upaya untuk menekan Taiwan dan komunitas internasional agar menerima Prinsip satu Tiongkok. Tiongkok sengaja mengacaukan kesadaran dan pemahaman internasional untuk menekan partisipasi internasional Taiwan.

 

“Oleh karenanya, kami tidak akan pernah menerima hal ini, dan komunitas internasional tidak boleh membiarkan Tiongkok bertindak sewenang-wenang dan agresifnya terhadap Taiwan,” tegas pernyataan MOFA.

 

Di sisi lain, ambisi teritorial China menimbulkan sengketa di sejumlah kawasan serta memicu reaksi AS yang tidak sependapat dengan klaim China.

 

AS mengaku tidak punya kepentingan dalam sengketa di Laut China Selatan (LCS). Tetapi menolak klaim perluasan wilayah China dalam hal CLS dan pulau buatan Fiery Cross, dimana berdasarkan putusan Mahkama Arbitrase Internasional merupakan milik Filipina.

 

Dalam kaitan ini Indonesia juga tidak punya klaim terhadap LCS, tetapi berpotensi terseret arus sengketa, karena klaim LCS beririsan dengan Zona Eonomi Esklsif (ZEE) Indonesia.

 

Sementara China mengabaikan hak kedaulatan Indonesia di kawasan Natuna dengan mengatakan, perairan itu menjadi bagian dari hak rakyat Tiongkok sebagai wilayah penangkapan tradisional nelayan China dalam mencari ikan sejak ratusan tahun silam atau sejak adanya Kerajaan China.

 

Dengan demikian, ancaman intimidasi China tidak sekedar bayangan. Tetapi sudah menjadi bagian dari kenyataan untuk menekan negara-

negara yang mengakui Taiwan untuk segera mencabutnya jika China diminta bantuan keuangan atau meningkatkan investasinya, termasuk menerima produk ekspor negara-negara dimaksud ke Tingkok.

 

Pertanyaannya, bagaimana usaha Taiwan melindungi TSMC sebagai pusat industri semikonduktor dunia? Pejabat berwenang di Pemerintahan Taiwan tidak secara jelas menjawab masalah itu karena ada kaitannya dengan strategi mengamankan pembangunan industri pada lahan yang luasnya lebih dari 5 ha itu.

 

Yang pasti, TSMC kini sudah banyak membuka kantor cabang di kawasan Eropa seperti di Jerma dan Perancis, selain juga di AS sebagai pusat pemasaran produk industri semikonduktor Taiwan.

 

Taiwan juga tidak akan meninggalkan pasar Asia yang kini sedang tumbuh dalam teknologi industrinya. Karenanya, kerjasama dengan Vietnam dan Indonesia terus dilakukan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di kawasan.

 

Dengan menjaga lingkungan serta membuat produk bermutu dan ramah lingkungan termasuk membuat harga produk terjangkau masyarakat luas, Taiwan optimistis akan tetap memenangi persaingan di era global ini.

 

*Theo Yusuf adalah Wartawan Senior

Bagikan Berita :
Continue Reading

Opini

Kabupaten Lahat 156 Tahun: “Ulang Tahun Atau Ulang-Ulang Masalah?”

Published

on

By

Oleh: Muchtarim

*Pemerhati Pemerintahan dan Jurnalis di Kabupaten Lahat

Setiap tahun, Kabupaten Lahat merayakan pertambahan usia. Tahun ini, angka 156 menjadi simbol kebanggaan sekaligus, seharusnya, cermin untuk bercermin. Namun di tengah gegap gempita seremoni dan baliho bertebaran—yang kadang lebih mewah dari manfaatnya—saya justru ingin mengajak kita semua mengangkat cermin yang lebih jujur: cermin evaluasi.

Mari kita bertanya dengan sederhana: apakah Lahat yang hari ini lebih baik dari kemarin, atau kita sekadar pandai merayakan usia tanpa mengukur usia itu telah diisi dengan apa?

Saya tahu, kata “evaluasi” kadang terdengar menakutkan bagi mereka yang lebih suka berdansa di atas tumpukan laporan kegiatan ketimbang mengukur dampaknya. Tapi di usia 156 tahun, saya kira cukup sudah kita berpesta tanpa muhasabah.

Sebagai pemerhati dan jurnalis yang sudah cukup lama mengamati denyut birokrasi Lahat, izinkan saya menyentil dengan lembut—dan jika perlu, menyengat dengan elegan.

Program-program kita, sudahkah benar-benar menyentuh rakyat atau sekadar menyentuh anggaran? Kegiatan pemerintah, apakah makin menjangkau kepentingan masyarakat atau hanya menjangkau tender-tender musiman? Apakah pelayanan publik kita makin mudah, atau justru makin rumit seperti benang kusut dalam map bersegel?

Kalau memang slogan BZ-WIN adalah “Menata Kota, Membangun Desa”, saya mohon maaf, izinkan saya bertanya: yang ditata kotanya atau kepentingan para pejabatnya? Yang dibangun desa-desa atau rumah dinas dan perjalanan dinas?

Saya tentu berharap baik. Bahwa setiap program yang dijalankan membawa efek domino yang positif: ekonomi masyarakat meningkat, pajak masuk, pembangunan berjalan. Tapi mari kita sepakati, efek domino hanya terjadi bila dominonya berdiri tegak, bukan ditumpuk sembarangan.

Maka pada momen 156 tahun ini, saya ingin mengajak para ASN—yang katanya Aparatur Sipil Negara, tapi kadang terlalu santai negara—untuk memiliki rasa malu. Malu kalau titel panjang tapi inovasi pendek. Malu kalau gelar profesor, magister, doktor, tapi tak mampu memberi solusi dari tumpukan masalah klasik: jalan rusak, pelayanan lambat, dan data bantuan sosial yang entah dari mana asalnya.

Kepala Dinas, Kepala Bidang, kepala apa pun: mohon jangan sekadar jadi kepala yang berat di atas leher, tapi jadilah pemimpin yang punya gagasan. Jangan hanya pandai membuat laporan pertanggungjawaban, tapi gagal membuat perubahan.

Kabupaten Lahat 156 tahun, bukan angka kecil. Usia yang lebih dari cukup untuk beranjak dari budaya seremonial menuju budaya substansi. Jika tidak, Lahat akan terus berulang tahun, tapi masalah juga ikut ulang tahun bersamanya—dengan kue dan lilin yang sama: janji-janji dan retorika.

Selamat ulang tahun, Kabupaten Lahat. Semoga bukan hanya umur yang bertambah, tapi juga kesadaran untuk berubah.***

Bagikan Berita :
Continue Reading

Opini

Taiwan Minta Dukungan Indonesia di Majelis Kesehatan Dunia (WHA)

Published

on

By

Oleh Bruce Hung*

*Bruce Hung adalah Kepala Perwakilan Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taipei (TETO) untuk Indonesia.

Taiwan selama ini terus berpartisipasi aktif dalam isu-isu kesehatan global dan berkomitmen mendukung sistem kesehatan global, sebab kerjasama global semakin menjadi kunci dalam menghadapi berbagai masalah kesehatan.

Maka, jika Taiwan bisa berpartisipasi aktif dalam Majelis Kesehatan Dunia (WHA) serta dalam pertemuan, kegiatan, dan mekanisme yang diselenggarakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diharapkan lebih banyak negara dapat mencapai tujuan cakupan kesehatan universal yang dicanangkan WHO.

Sampai sejauh ini WHO masih memimpin pembangunan kesehatan masyarakat global dan merupakan organisasi internasional penting yang menjunjung tinggi hak kesehatan semua orang.

Kendati demikian, Tiongkok terus memutarbalikkan dua resolusi, yaitu Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2758 dan Resolusi WHA25.1. Kenyataannya, kedua resolusi tersebut samasekali tidak menyebutkan Taiwan atau Taiwan sebagai bagian dari Tiongkok.

Resolusi itu juga tidak memberikan hak kepada Republik Rakyat Tiongkok untuk mewakili Taiwan di WHO, sehingga jika terus mengecualikan Taiwan, WHO tidak hanya mengabaikan hak kesehatan 23 juta rakyat Taiwan, tetapi juga menghambat upaya pencegahan, kesiapan, dan penanganan global terhadap keadaan darurat kesehatan masyarakat internasional.

Mitra di kawasan Indo-Pasifik

Taiwan dan Indonesia sendiri adalah mitra di kawasan Indo-Pasifik yang berbagi nilai-nilai kebebasan dan demokrasi. Hubungan kedua belah pihak sangat erat yang dibuktikan dengan pertukaran intens dan konstan pada level antar masyarakat.

Saat ini terdapat 400.000 pelajar dan pekerja migran Indonesia yang tinggal di Taiwan, dan lebih dari 20.000 warga negara Taiwan yang tinggal untuk bekerja dan berbisnis di Indonesia. Jumlah kunjungan wisatawan antara Taiwan dan Indonesia pun setiap tahunnya mencapai 500.000 orang.

Dalam hubungan ini, ketidakikutsertaan Taiwan dalam WHO dan partisipasinya dalam pertemuan dan mekanisme terkait tidak hanya merugikan rakyat Taiwan, tetapi juga kesejahteraan dan kesehatan Warga Negara Indonesia (WNI) di Taiwan.

Kerugian tersebut dikarenakan tidak adanya akses sewaktu-waktu terhadap sumber daya dan informasi terkait penyakit menular serta tidak dapat bergabung dengan rantai pasokan dan jaringan logistik kesehatan masyarakat global, sehingga hal ini dapat menimbulkan risiko dan celah dalam jaringan keamanan kesehatan masyarakat global.

Taiwan sendiri telah mencapai kemajuan dan kontribusi signifikan dalam meningkatkan kesehatan universal, sehingga siap untuk berbagi pengalaman dan keahlian ini dengan negara manapun di dunia.

Saat ini Rumah Sakit National Taiwan University dan Rumah Sakit Far Eastern Memorial telah melakukan berbagai program kerja sama dengan institusi medis di Indonesia, meliputi pelatihan tenaga medis, pertukaran akademisi, dan penelitian klinis.

Tak mengenal batas negara

Sejak Pemerintah Indonesia mulai mendorong rekam medis elektronik (Electronic Medical Record/EMR) pada 2022, lebih dari 80 persen rumah sakit telah menyelesaikan pembangunan dan pengembangan kebutuhan perangkat lunak serta aplikasi terkait, seperti smart medical care, biomedis, dan aplikasi kecerdasan buatan generatif (generative AI).

Bidang ini, khususnya perangkat medis pintar (smart medical equipment) merupakan area yang secara umum diunggulkan oleh startup di Taiwan.

Pemerintah Taiwan juga bersedia berbagi pengalaman dengan Indonesia, seperti layanan medis pintar (smart medical) dan pengalaman kesehatan masyarakat yang berkualitas serta menyediakan berbagai kursus profesional mencakup sistem jaminan kesehatan, manajemen medis, dan perawatan klinis.

Tentunya dengan harapan dapat memperkuat kerja sama medis bilateral Indonesia-Taiwan dan membantu pengembangan industri medis demi mewujudkan visi kesehatan universal di Indonesia.

Sementara itu dalam mengantisipasi pandemi di masa depan, WHO merevisi Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) pada 2024, dan diharapkan dapat mengadopsi Perjanjian Pandemi (Pandemic Agreement) pada sesi ke-78 ini guna mempercepat pembentukan kerangka tata kelola penyakit global yang lebih komprehensif.

Taiwan saat ini memang belum dapat bergabung dengan WHO dan berpartisipasi dalam pertemuan dan mekanisme terkait, sehingga tidak dapat berpartisipasi secara langsung. Namun Taiwan tetap ingin aktif bertukar ilmu dan pengalaman dalam menangani pandemi serta belajar dari negara lain.

Selama COVID-19 Taiwan banyak mengadopsi langkah-langkah penanganan dan pencegahan dengan memanfaatkan kecerdasan buatan, mahadata (big data), dan jaringan pengawasan.

Selain itu, Taiwan turut menyumbangkan peralatan dan kebutuhan medis seperti tabung oksigen, ventilator, masker, pakaian isolasi, termometer, dan peralatan pandemi lainnya kepada negara-negara sahabat seperti Indonesia.

Dalam beberapa dekade terakhir, Taiwan pun telah meningkatkan sistem perawatan kesehatan dan kesehatan masyarakatnya sesuai dengan rekomendasi WHO.

Hal itu dicapai dengan memperkuat Pelayanan Kesehatan Primer (primary health care) dan kesehatan gigi, mencegah dan mengendalikan penyakit menular ataupun tidak menular, meningkatkan cakupan kesehatan universal, dan memberikan kontribusi pada keamanan kesehatan global.

WHO sendiri adalah organisasi kesehatan masyarakat internasional terpenting. Namun, hak kesehatan 23 juta rakyat Taiwan masih diabaikan oleh WHO karena faktor politik. Sehubungan dengan itu Taiwan mengimbau WHO untuk mengakui kontribusi jangka panjang Taiwan terhadap keamanan kesehatan global dan hak asasi manusia di bidang kesehatan.

Taiwan juga mendesak WHO dan berbagai kalangan di Indonesia untuk bersikap lebih terbuka dan fleksibel, berpegang pada prinsip profesionalisme dan inklusivitas serta secara proaktif dan pragmatis mengundang Taiwan untuk berpartisipasi dalam Majelis Kesehatan Dunia (WHA).

Tentunya termasuk ikut serta dalam pertemuan, kegiatan, serta mekanisme yang diselenggarakan oleh WHO, seperti Perjanjian Pandemi WHO yang masih dalam tahap negosiasi.

Taiwan menyatakan kesediaannya untuk bekerjasama dengan semua negara di dunia untuk bersama-sama mewujudkan visi “Kesehatan adalah Hak Asasi Manusia Mendasar” yang tertuang dalam Konstitusi WHO dan “Tidak meninggalkan siapa pun” dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.

Bagaimanapun, seiring meningkatnya perubahan global, tantangan dan ancaman kesehatan publik tidak mengenal batas negara, dan kerja sama global semakin menjadi kunci dalam menghadapi berbagai krisis kesehatan.***

Bagikan Berita :
Continue Reading

Opini

Efisiensi Anggaran Lahat Paling “Jempol”, Tapi Bukan untuk Dibelanjakan Sia-sia

Published

on

By

Oleh : Ishak Nasroni (Plt. Sekretaris SMSI Sumsel dan Pemred Lahathotline.com)

SETELAH resmi dilantik beberapa bulan lalu, Bupati Lahat Bursah Zarnubi, SE dan Wakil Bupati Lahat Widia Ningsih, SH, MH memulai aktivitasnya menjalankan roda pemerintahan selaku pemangku kebijakan di Bumi Seganti Setungguan. Salah satu kebijakan yang patut diacungi jempol dari program kerja Kabinet BZ-WIN adalah menginstruksikan kepada semua Stakeholder di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Lahat, agar “Ngirit” alias mengefisiensi Anggaran Daerah.

Tak dipungkiri kebijakan ini juga merupakan wujud kepatuhan BZ-WIN dalam mengikuti instruski Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto yang telah memotori kebijakan dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) seperti dituangkan dalam Inpres Nomor 1 tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.

Beranjak dari regulasi tersebut, Pemerintahan BZ-WIN tak ragu untuk menerapkannya di Kabupaten Lahat. Bahkan berdasarkan penelusuran dari berbagai kanal internet, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lahat berani mengefisiensi APBDnya hingga merealokasi anggaran yang dilakukan mencapai Rp313 miliar dari total APBD sebesar Rp3,3 triliun. Ini adalah ‘Pengiritan” Anggaran yang sangat luar biasa dan patut diakui sebagai kebijakan efisiensi yang paling “Jempol”.

Sebagai seorang jurnalis sekaligus pengamat kebijakan daerah, penulis sangat mendukung program-program Kabinet BZ-WIN yang dikenal dangan jargonnya “Menata Kota Membangun Desa”. Tentunya, penataan kota dan pembangunan desa ini juga harus dibarengi dengan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di berbagai instansi terkait. Karenanya, Badan dan Dinas serta OPD lainnya mesti mampu menyusun strategi penataan dan pembangunan guna mewujudkan jargon tersebut.

Sebagai salah satu langkah untuk mendapatkan SDM yang mumpuni, dipastikan para pegawai harus seimbang dengan berbagai regulasi dan perkembangan baru di tubuh instansinya. Namun demikian, dalam mendapatkan SDM yang memupuni tersebut tidak harus dengan mengadakan dan mengikuti Pelatihan atau Bimbingan Teknik (Bimtek) semata.

Anehnya pada Minggu, 27 April 2025 sampai Sabtu, 03 Mei 2025 untuk tahap awal sebanyak 92 Operator Desa di Kabupaten Lahat mengikuti pelatihan dan Bimtek Transaksi Non-Tunai yang dinakhodai Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMDes) Kabupaten Lahat bekerja sama dengan Event Organizer (EO) Praja Sriwijaya berlokasi di Hotel Santika Kabupaten Lahat dan di Kota Malang, Jawa Timur.

Sementara untuk tahap berikutnya akan diselenggarakan pada pada Senin tanggal 9 Juni 2025 sampai dengan Minggu tanggal 15 Juni 2025 juga bertempat di Lahat dan Batu Malang Jawa Timur dengan peserta para Sekretaris Desa (Sekdes), Operator Siskeudes dan atau Perangkat yang membidangi.

Kendati biaya keberangkatan mengunakan Dana Desa lebih kurang Rp14.000.000 per peserta, namun uang yang digunakan tersebut tetap saja Uang Negara yang sudah ditransfer ke rekening desa dan selanjutnya disebut APBDes. Jika sudah menjadi APBDes, tak bisa dibantah bahwa itu Uang Rakyat di desa tersebut yang semata-mata mesti digunakan untuk kepentingan pembangunan desa secara fisik maupun non fisik.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 72 disebutkan bahwa Dana Desa harus digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Pemanfaatan Dana Desa diatur lebih ketat melalui Peraturan Menteri Keuangan dan regulasi teknis lainnya, termasuk larangan penggunaan dana secara tidak efektif.

Jika disoroti dari aspek kepentingan kelancaran sistem keuangan desa, Bimtek ini sangat tidak perlu dilakukan. Karena untuk mendapatkan seorang perangkat yang mumpuni di bidangnya tidaklah susah. Kemudian apabila dipandang dari sisi kemanfaatan bagi pembangunan desa, juga sangat jauh mencapai dayagunanya bagi masyarakat desa secara umum. Bahkan dapat dikatakan, bahwa dana yang digunakan 14 juta yang dikutif dari APBDes tersebut adalah “Penyimpangan”.

Cara yang paling tepat dan efisien (Ngirit) dalam mengiringi kemajuan era degitalisasi dengan peralatan yang serba smart dan canggih sekarang ini, tidak susah Pemerintah Desa (Pemdes) di Kabupaten Lahat. Yaitu dengan melakukan rekrutmen perangkat secara selektif, tentunya SDM sudah menguasai bidang kerjanya masing-masing sehingga mampu untuk beradaptasi dalam setiap mengikuti kebijakan serta regulasi yang ada.

Untuk sekarang ini di setiap desa dipastikan banyak anak-anak muda bergelar Sarjana yang berprestasi, mampu mengoperasikan komputer dengan baik, mampu meginfut data-data keuangan dengan lancar. Hanya saja, pihak DPMDes dan Pemdes yang harus peka dalam menyerap setiap perubahan kebijakan Pemerintah Pusat. Setelah informasi perubahan kebijakan tersebut didapat oleh DPMDes dan Pemdes, maka segeralah beritahukan pada Perangkat Desanya untuk kemudian diterapkan di desa mereka.

Saya meyakini, kalau memang pihak Pemdes dan DPMDes mau melakukan langkah-langkah tersebut, maka tidak akan ada Dana Desa untuk membangun yang terbuang sia-sia terserap oleh biaya Pelatihan dan Bimtek, kecuali kegiatan tersebut sengaja didesaign hanya untuk mencapai keuntungan bagi sebagian pihak saja.

Dalam hal ini, tidak hanya persoalan yang tertuang pada narasi di atas saja yang perlu disikapi sedini mungkin oleh Bupati dan Wakil Bupati Lahat. Tapi mesti terus diingatkan pada semua OPD supaya tidak menggunakan dana sia-sia yang tidak mendesak serta berpotensi pada penyimpangan realisasi.

Apabila semua pihak terkait mengikuti instruksi Bupati dan Wakil Bupati tentang efisiensi sesuai dengan regulasi yang ada, maka dukungan terhadap Menata Kota Membangun Desa akan terwujud dengan tidak mengorbankan APBdes.

Akhir kata, saya selaku penulis menyampaikan pendapat ini tidak lain hanya untuk kebaikan Pemerintah dan Masyarakat Lahat semata. Tidak mendiskreditkan pihak lain, juga tidak mengandung unsur negatif.

Ditulis di Lahat : 2 Mei 2025

Bagikan Berita :
Continue Reading

Populer

error: Content is protected !!