Connect with us

Opini

Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 Terbilang Sukses?

Published

on

Oleh M. Gunawan Yasni adalah Ekonom, Ahli dan Praktisi Keuangan Syariah

Gunawan Yasni juga merupakan anggota Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia serta anggota Dewan Pengawas/Penasehat Syariah di beberapa lembaga keuangan lainnya.

PENYELENGGARAN perjalanan ibadah Haji 2024 M/1445 H oleh Kerajaan Saudi Arabia (KSA) dianggap sukses sebagai penyelenggaraan haji normal kedua setelah Covid-19 dinyatakan tidak lagi sebagai pandemi namun menjadi endemi.

Bahkan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) sebagai penanggung jawab utama penyelenggaraan perjalanan ibadah haji regulernya Indonesia menyebutkan, penyelenggaraan ibadah haji Indonesia di akhir masa pemerintahan Presiden Jokowi terbilang sukses.

Swastanisasi Haji KSA

Hal yang berbeda untuk penyelenggaraan ibadah Haji sejak 2023 dalam business modelnya ialah tidak adanya lagi Muasasah Asia Tenggara yang mengurusi Jama’ah Haji Indonesia sebagaimana sebelumnya.

Masharriq-masharriq yang notabene adalah perusahaan-perusahaan swasta Perseroan Terbatas menjadi penanggungjawab pengurusan haji Indonesia dari sisi KSA, dan oleh karenanya Kemenag RI perlu dengan cermat mengadvokasi kepentingan Jama’ah Haji Indonesia, terutama jama’ah haji reguler.

Masharriq yang merupakan business model baru tenyata banyak menelantarkan jama’ah reguler maupun plus di area pengurusan sekitar Mina. Pada 2023 dan  2024 ini jama’ah haji reguler banyak mengalami kondisi tenda-tenda Mina yang kepenuhan berkali lipat dari kapasitas manusiawi yang layak.

Belum lagi fasilitas toilet yang sangat tidak pantas untuk kebersihan ibadah jama’ah haji, sementara kapasitas tenda Mina bagi jama’ah reguler khususnya dan jama’ah plus umumnya, dalam banyak kasus kurang bahkan tidak layak.

Mereka tidak mendapatkan fasilitas akomodasi tempat mabit di tenda serta makanan yang sesuai dengan bayaran kepada Masharriq, yaitu sekitar 8,500 SAR per kepala untuk biaya tenda dan fasilitas Arafah dan Mina.

Tenda-tenda di Mina yang banyak dirasakan oleh jama’ah sangat tidak mencukupi untuk ditempati, bahkan sering di antara mereka harus saling mendominasi dengan menduduki tempat-tempat yang katanya diperuntukkan bagi mereka, namun sudah diduduki oleh jamaah lainnya.

Dalam banyak kasus bahkan tenda jama’ah reguler diisi oleh jama’ah dengan   melebihi kapasitas sehingga mereka tidak kebagian matras maupun makanan yang mencukupi.

Apa yang dirasakan oleh para jama’ah adalah biaya yang dibayarkan untuk mereka seakan tidak membuat mereka memperoleh hak-haknya yang memadai, terutama di Mina.

Banyak info yang kami terima bahwa Masharriq bahkan tidak memberikan perbaikan yang memadai ketika survey dilakukan oleh petugas-petugas haji Kemenag RI yang sudah mendokumentasikan parahnya fasilitas tenda dan toilet jama’ah haji reguler Indonesia.

Pemerintah Indonesia atas kejadian-kejadian yang menimpa Jama’ah Haji Indonesia, baik reguler maupun plus, terkait kelalaian masif terstruktur Masharriq sebaiknya menyampaikan pernyataan keberatan secara diplomatis langsung kepada Putra Mahkota Muhammad Ibn Salman.

Putra Mahkota Muhammad Ibn Salman dengan Kidana Groupnya yang membawahi pengurusan swastanisasi haji KSA perlu mengadvokasi insiden tenda-tenda Mina yang sudah ramai diberitahukan petugas-petugas haji dalam laporan-laporan survey pandangan mata mereka.

Sepantasnya Kemenag RI melalui pimpinan-pimpinannya yang peduli dan berempati kepada Jama’ah Haji Indonesia meminta maaf dan tidak mengklaim penyelenggaraan haji ini sukses karena menciderai perasaan jama’ah yang mengalami kejadian-kejadian tidak mengenakkan itu. Biarlah Allah Ta’ala dan RasulNya serta para shalihin dan shalihat yang menilai.

Business Model Baru Untuk Haji?

Business model baru Masharriq penyelenggaraan haji KSA yang sebelumnya ditangani Muasasah yang notabene bagian langsung pemerintah kerajaan, disinyalir akan terus dikembangkan secara masif oleh Kidana Group.

Badan Pengelola Keuangan Haji Republik Indonesia (BPKH RI) perlu mempertanyakan kepada Kemenag RI dan KSA sebagai Wakil Jama’ah Haji Indonesia terkait sebagian pembayaran yang mereka lakukan atas jama’ah haji yang fasilitasnya tidak diperoleh oleh yang mereka wakili.

Jama’ah Haji Indonesia yang kebanyakan para pasifis karena memang diwanti-wanti jangan berselisih, harus bersabar menerima apa adanya agar hajinya mabrur, justru akan menjadi bulan-bulanan business model baru Masharriq yang jauh dari sempurnanya profesionalisme penyelenggaraan haji KSA pada 2024 M/1445 H ini, seperti juga tahun sebelumnya.

Barometer Sukses Kemenag dan BPKH RI

Jama’ah Haji Indonesia mayoritas keuangan dan pembayarannya dilakukan melalui BPKH RI dan penyelenggaraan hajinya diurusi oleh Kemenag RI. Tahun 2024 M ini para jama’ah reguler hanya dibayari 40 persen ongkos haji riilnya oleh BPKH RI.

Sisanya mereka sendiri yang harus menanggung. Padahal memenuhi Rp 25 juta untuk mendapatkan jatah keberangkatan haji yang entah berapa tahun lagi, mereka harus berjibaku luar biasa.

Sepantasnya Dana Abadi Umat yang dikelola BPKH RI selain Dana Haji, kemanfaatannya perlu lebih diutamakan untuk memudahkan memberangkatan haji reguler dalam jumlah lebih banyak dibanding alih-alih calon haji reguler yang tak bisa melunasi 60 persen biaya haji riil yang ditetapkan Kemenag dan kemudian jatahnya dialihkan ke calon jama’ah haji plus.

Jamaah haji plus tentunya jauh lebih mampu segera membayar lunas penjatahan ke Kemenag disertai tambahan-tambahan biaya yang diperlukan untuk segera berhaji.

Menjadi tanda tanya besar buat kami jika pernyataan keberatan terkait ketidaksinkronan fasilitas Mina atas biaya yang dibayarkan jama’ah haji Indonesia tidak dilakukan terstruktur dan masif dengan konsistensi dan persistensi Kemenag RI dan BPKH RI.

Kenapa? Tak lain karena ini artinya pembiaran atas biaya yang dibayarkan ke Masharriq tanpa Masharriq melakukan fasilitasi sesuai akad yang ada antara pihak KSA dengan Indonesia.

Ranah hukumnya menjadi seperti membiarkan pihak lain memperoleh kekayaan melalui keuntungan yang tidak wajar karena tidak menjalankan kewajibannya.

Semoga penyampaian Pengawasan Lillaahi Ta’ala ( PLT) ini dapat mencegah ketidakmabruran haji jama’ah Indonesia di masa yang akan datang sampai dengan datangnya akhir zaman.

Kami mengetahui bahwa pengawas-pengawas kegiatan haji dari Indonesia semisal kawan-kawan dari Komisi 8 DPR RI, Pengawas BPKH dan Pengawas Haji dari Kemenag sudah memiliki bukti-bukti dan masukan-masukan dari mana saja atas kejadian di sekitar area Mina.

Penyumbang Terbesar Dua Rumah Suci

Semoga Indonesia mampu menjadikan posisinya di mata KSA sebagai pihak yang lebih signifikan untuk diperhitungkan menjadi negara pemberi pendapatan wisata spiritual terbesar bagi KSA.

Indonesia juga menjadi penyumbang terbesar dana pemeliharaan dua rumah suci yang diambil secara sistematis porsinya dari pembayaran kegiatan umrah dan haji ke pengelola KSA yang lagi-lagi Indonesia menempati urutan pertama negara dengan jama’ah umrah dan haji terbesar di dunia.

Dengan demikian Indonesia menjadi penyumbang terbesar dana pemeliharaan dua rumah suci yang disumbang jama’ahnya setiap berkunjung untuk melaksanakan ibadah umrah dan haji.

Wallaahul muwafiq ila aqwamith thariiq. Fastabiqul khayraat. Dan Allah adalah pendamai ke jalan yang paling lurus. Maka berlombalah untuk berbuat kebaikan.***

Bagikan Berita :

Opini

Kabupaten Lahat 156 Tahun: “Ulang Tahun Atau Ulang-Ulang Masalah?”

Published

on

By

Oleh: Muchtarim

*Pemerhati Pemerintahan dan Jurnalis di Kabupaten Lahat

Setiap tahun, Kabupaten Lahat merayakan pertambahan usia. Tahun ini, angka 156 menjadi simbol kebanggaan sekaligus, seharusnya, cermin untuk bercermin. Namun di tengah gegap gempita seremoni dan baliho bertebaran—yang kadang lebih mewah dari manfaatnya—saya justru ingin mengajak kita semua mengangkat cermin yang lebih jujur: cermin evaluasi.

Mari kita bertanya dengan sederhana: apakah Lahat yang hari ini lebih baik dari kemarin, atau kita sekadar pandai merayakan usia tanpa mengukur usia itu telah diisi dengan apa?

Saya tahu, kata “evaluasi” kadang terdengar menakutkan bagi mereka yang lebih suka berdansa di atas tumpukan laporan kegiatan ketimbang mengukur dampaknya. Tapi di usia 156 tahun, saya kira cukup sudah kita berpesta tanpa muhasabah.

Sebagai pemerhati dan jurnalis yang sudah cukup lama mengamati denyut birokrasi Lahat, izinkan saya menyentil dengan lembut—dan jika perlu, menyengat dengan elegan.

Program-program kita, sudahkah benar-benar menyentuh rakyat atau sekadar menyentuh anggaran? Kegiatan pemerintah, apakah makin menjangkau kepentingan masyarakat atau hanya menjangkau tender-tender musiman? Apakah pelayanan publik kita makin mudah, atau justru makin rumit seperti benang kusut dalam map bersegel?

Kalau memang slogan BZ-WIN adalah “Menata Kota, Membangun Desa”, saya mohon maaf, izinkan saya bertanya: yang ditata kotanya atau kepentingan para pejabatnya? Yang dibangun desa-desa atau rumah dinas dan perjalanan dinas?

Saya tentu berharap baik. Bahwa setiap program yang dijalankan membawa efek domino yang positif: ekonomi masyarakat meningkat, pajak masuk, pembangunan berjalan. Tapi mari kita sepakati, efek domino hanya terjadi bila dominonya berdiri tegak, bukan ditumpuk sembarangan.

Maka pada momen 156 tahun ini, saya ingin mengajak para ASN—yang katanya Aparatur Sipil Negara, tapi kadang terlalu santai negara—untuk memiliki rasa malu. Malu kalau titel panjang tapi inovasi pendek. Malu kalau gelar profesor, magister, doktor, tapi tak mampu memberi solusi dari tumpukan masalah klasik: jalan rusak, pelayanan lambat, dan data bantuan sosial yang entah dari mana asalnya.

Kepala Dinas, Kepala Bidang, kepala apa pun: mohon jangan sekadar jadi kepala yang berat di atas leher, tapi jadilah pemimpin yang punya gagasan. Jangan hanya pandai membuat laporan pertanggungjawaban, tapi gagal membuat perubahan.

Kabupaten Lahat 156 tahun, bukan angka kecil. Usia yang lebih dari cukup untuk beranjak dari budaya seremonial menuju budaya substansi. Jika tidak, Lahat akan terus berulang tahun, tapi masalah juga ikut ulang tahun bersamanya—dengan kue dan lilin yang sama: janji-janji dan retorika.

Selamat ulang tahun, Kabupaten Lahat. Semoga bukan hanya umur yang bertambah, tapi juga kesadaran untuk berubah.***

Bagikan Berita :
Continue Reading

Opini

Taiwan Minta Dukungan Indonesia di Majelis Kesehatan Dunia (WHA)

Published

on

By

Oleh Bruce Hung*

*Bruce Hung adalah Kepala Perwakilan Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taipei (TETO) untuk Indonesia.

Taiwan selama ini terus berpartisipasi aktif dalam isu-isu kesehatan global dan berkomitmen mendukung sistem kesehatan global, sebab kerjasama global semakin menjadi kunci dalam menghadapi berbagai masalah kesehatan.

Maka, jika Taiwan bisa berpartisipasi aktif dalam Majelis Kesehatan Dunia (WHA) serta dalam pertemuan, kegiatan, dan mekanisme yang diselenggarakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diharapkan lebih banyak negara dapat mencapai tujuan cakupan kesehatan universal yang dicanangkan WHO.

Sampai sejauh ini WHO masih memimpin pembangunan kesehatan masyarakat global dan merupakan organisasi internasional penting yang menjunjung tinggi hak kesehatan semua orang.

Kendati demikian, Tiongkok terus memutarbalikkan dua resolusi, yaitu Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2758 dan Resolusi WHA25.1. Kenyataannya, kedua resolusi tersebut samasekali tidak menyebutkan Taiwan atau Taiwan sebagai bagian dari Tiongkok.

Resolusi itu juga tidak memberikan hak kepada Republik Rakyat Tiongkok untuk mewakili Taiwan di WHO, sehingga jika terus mengecualikan Taiwan, WHO tidak hanya mengabaikan hak kesehatan 23 juta rakyat Taiwan, tetapi juga menghambat upaya pencegahan, kesiapan, dan penanganan global terhadap keadaan darurat kesehatan masyarakat internasional.

Mitra di kawasan Indo-Pasifik

Taiwan dan Indonesia sendiri adalah mitra di kawasan Indo-Pasifik yang berbagi nilai-nilai kebebasan dan demokrasi. Hubungan kedua belah pihak sangat erat yang dibuktikan dengan pertukaran intens dan konstan pada level antar masyarakat.

Saat ini terdapat 400.000 pelajar dan pekerja migran Indonesia yang tinggal di Taiwan, dan lebih dari 20.000 warga negara Taiwan yang tinggal untuk bekerja dan berbisnis di Indonesia. Jumlah kunjungan wisatawan antara Taiwan dan Indonesia pun setiap tahunnya mencapai 500.000 orang.

Dalam hubungan ini, ketidakikutsertaan Taiwan dalam WHO dan partisipasinya dalam pertemuan dan mekanisme terkait tidak hanya merugikan rakyat Taiwan, tetapi juga kesejahteraan dan kesehatan Warga Negara Indonesia (WNI) di Taiwan.

Kerugian tersebut dikarenakan tidak adanya akses sewaktu-waktu terhadap sumber daya dan informasi terkait penyakit menular serta tidak dapat bergabung dengan rantai pasokan dan jaringan logistik kesehatan masyarakat global, sehingga hal ini dapat menimbulkan risiko dan celah dalam jaringan keamanan kesehatan masyarakat global.

Taiwan sendiri telah mencapai kemajuan dan kontribusi signifikan dalam meningkatkan kesehatan universal, sehingga siap untuk berbagi pengalaman dan keahlian ini dengan negara manapun di dunia.

Saat ini Rumah Sakit National Taiwan University dan Rumah Sakit Far Eastern Memorial telah melakukan berbagai program kerja sama dengan institusi medis di Indonesia, meliputi pelatihan tenaga medis, pertukaran akademisi, dan penelitian klinis.

Tak mengenal batas negara

Sejak Pemerintah Indonesia mulai mendorong rekam medis elektronik (Electronic Medical Record/EMR) pada 2022, lebih dari 80 persen rumah sakit telah menyelesaikan pembangunan dan pengembangan kebutuhan perangkat lunak serta aplikasi terkait, seperti smart medical care, biomedis, dan aplikasi kecerdasan buatan generatif (generative AI).

Bidang ini, khususnya perangkat medis pintar (smart medical equipment) merupakan area yang secara umum diunggulkan oleh startup di Taiwan.

Pemerintah Taiwan juga bersedia berbagi pengalaman dengan Indonesia, seperti layanan medis pintar (smart medical) dan pengalaman kesehatan masyarakat yang berkualitas serta menyediakan berbagai kursus profesional mencakup sistem jaminan kesehatan, manajemen medis, dan perawatan klinis.

Tentunya dengan harapan dapat memperkuat kerja sama medis bilateral Indonesia-Taiwan dan membantu pengembangan industri medis demi mewujudkan visi kesehatan universal di Indonesia.

Sementara itu dalam mengantisipasi pandemi di masa depan, WHO merevisi Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) pada 2024, dan diharapkan dapat mengadopsi Perjanjian Pandemi (Pandemic Agreement) pada sesi ke-78 ini guna mempercepat pembentukan kerangka tata kelola penyakit global yang lebih komprehensif.

Taiwan saat ini memang belum dapat bergabung dengan WHO dan berpartisipasi dalam pertemuan dan mekanisme terkait, sehingga tidak dapat berpartisipasi secara langsung. Namun Taiwan tetap ingin aktif bertukar ilmu dan pengalaman dalam menangani pandemi serta belajar dari negara lain.

Selama COVID-19 Taiwan banyak mengadopsi langkah-langkah penanganan dan pencegahan dengan memanfaatkan kecerdasan buatan, mahadata (big data), dan jaringan pengawasan.

Selain itu, Taiwan turut menyumbangkan peralatan dan kebutuhan medis seperti tabung oksigen, ventilator, masker, pakaian isolasi, termometer, dan peralatan pandemi lainnya kepada negara-negara sahabat seperti Indonesia.

Dalam beberapa dekade terakhir, Taiwan pun telah meningkatkan sistem perawatan kesehatan dan kesehatan masyarakatnya sesuai dengan rekomendasi WHO.

Hal itu dicapai dengan memperkuat Pelayanan Kesehatan Primer (primary health care) dan kesehatan gigi, mencegah dan mengendalikan penyakit menular ataupun tidak menular, meningkatkan cakupan kesehatan universal, dan memberikan kontribusi pada keamanan kesehatan global.

WHO sendiri adalah organisasi kesehatan masyarakat internasional terpenting. Namun, hak kesehatan 23 juta rakyat Taiwan masih diabaikan oleh WHO karena faktor politik. Sehubungan dengan itu Taiwan mengimbau WHO untuk mengakui kontribusi jangka panjang Taiwan terhadap keamanan kesehatan global dan hak asasi manusia di bidang kesehatan.

Taiwan juga mendesak WHO dan berbagai kalangan di Indonesia untuk bersikap lebih terbuka dan fleksibel, berpegang pada prinsip profesionalisme dan inklusivitas serta secara proaktif dan pragmatis mengundang Taiwan untuk berpartisipasi dalam Majelis Kesehatan Dunia (WHA).

Tentunya termasuk ikut serta dalam pertemuan, kegiatan, serta mekanisme yang diselenggarakan oleh WHO, seperti Perjanjian Pandemi WHO yang masih dalam tahap negosiasi.

Taiwan menyatakan kesediaannya untuk bekerjasama dengan semua negara di dunia untuk bersama-sama mewujudkan visi “Kesehatan adalah Hak Asasi Manusia Mendasar” yang tertuang dalam Konstitusi WHO dan “Tidak meninggalkan siapa pun” dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.

Bagaimanapun, seiring meningkatnya perubahan global, tantangan dan ancaman kesehatan publik tidak mengenal batas negara, dan kerja sama global semakin menjadi kunci dalam menghadapi berbagai krisis kesehatan.***

Bagikan Berita :
Continue Reading

Opini

Efisiensi Anggaran Lahat Paling “Jempol”, Tapi Bukan untuk Dibelanjakan Sia-sia

Published

on

By

Oleh : Ishak Nasroni (Plt. Sekretaris SMSI Sumsel dan Pemred Lahathotline.com)

SETELAH resmi dilantik beberapa bulan lalu, Bupati Lahat Bursah Zarnubi, SE dan Wakil Bupati Lahat Widia Ningsih, SH, MH memulai aktivitasnya menjalankan roda pemerintahan selaku pemangku kebijakan di Bumi Seganti Setungguan. Salah satu kebijakan yang patut diacungi jempol dari program kerja Kabinet BZ-WIN adalah menginstruksikan kepada semua Stakeholder di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Lahat, agar “Ngirit” alias mengefisiensi Anggaran Daerah.

Tak dipungkiri kebijakan ini juga merupakan wujud kepatuhan BZ-WIN dalam mengikuti instruski Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto yang telah memotori kebijakan dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) seperti dituangkan dalam Inpres Nomor 1 tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.

Beranjak dari regulasi tersebut, Pemerintahan BZ-WIN tak ragu untuk menerapkannya di Kabupaten Lahat. Bahkan berdasarkan penelusuran dari berbagai kanal internet, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lahat berani mengefisiensi APBDnya hingga merealokasi anggaran yang dilakukan mencapai Rp313 miliar dari total APBD sebesar Rp3,3 triliun. Ini adalah ‘Pengiritan” Anggaran yang sangat luar biasa dan patut diakui sebagai kebijakan efisiensi yang paling “Jempol”.

Sebagai seorang jurnalis sekaligus pengamat kebijakan daerah, penulis sangat mendukung program-program Kabinet BZ-WIN yang dikenal dangan jargonnya “Menata Kota Membangun Desa”. Tentunya, penataan kota dan pembangunan desa ini juga harus dibarengi dengan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di berbagai instansi terkait. Karenanya, Badan dan Dinas serta OPD lainnya mesti mampu menyusun strategi penataan dan pembangunan guna mewujudkan jargon tersebut.

Sebagai salah satu langkah untuk mendapatkan SDM yang mumpuni, dipastikan para pegawai harus seimbang dengan berbagai regulasi dan perkembangan baru di tubuh instansinya. Namun demikian, dalam mendapatkan SDM yang memupuni tersebut tidak harus dengan mengadakan dan mengikuti Pelatihan atau Bimbingan Teknik (Bimtek) semata.

Anehnya pada Minggu, 27 April 2025 sampai Sabtu, 03 Mei 2025 untuk tahap awal sebanyak 92 Operator Desa di Kabupaten Lahat mengikuti pelatihan dan Bimtek Transaksi Non-Tunai yang dinakhodai Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMDes) Kabupaten Lahat bekerja sama dengan Event Organizer (EO) Praja Sriwijaya berlokasi di Hotel Santika Kabupaten Lahat dan di Kota Malang, Jawa Timur.

Sementara untuk tahap berikutnya akan diselenggarakan pada pada Senin tanggal 9 Juni 2025 sampai dengan Minggu tanggal 15 Juni 2025 juga bertempat di Lahat dan Batu Malang Jawa Timur dengan peserta para Sekretaris Desa (Sekdes), Operator Siskeudes dan atau Perangkat yang membidangi.

Kendati biaya keberangkatan mengunakan Dana Desa lebih kurang Rp14.000.000 per peserta, namun uang yang digunakan tersebut tetap saja Uang Negara yang sudah ditransfer ke rekening desa dan selanjutnya disebut APBDes. Jika sudah menjadi APBDes, tak bisa dibantah bahwa itu Uang Rakyat di desa tersebut yang semata-mata mesti digunakan untuk kepentingan pembangunan desa secara fisik maupun non fisik.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 72 disebutkan bahwa Dana Desa harus digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Pemanfaatan Dana Desa diatur lebih ketat melalui Peraturan Menteri Keuangan dan regulasi teknis lainnya, termasuk larangan penggunaan dana secara tidak efektif.

Jika disoroti dari aspek kepentingan kelancaran sistem keuangan desa, Bimtek ini sangat tidak perlu dilakukan. Karena untuk mendapatkan seorang perangkat yang mumpuni di bidangnya tidaklah susah. Kemudian apabila dipandang dari sisi kemanfaatan bagi pembangunan desa, juga sangat jauh mencapai dayagunanya bagi masyarakat desa secara umum. Bahkan dapat dikatakan, bahwa dana yang digunakan 14 juta yang dikutif dari APBDes tersebut adalah “Penyimpangan”.

Cara yang paling tepat dan efisien (Ngirit) dalam mengiringi kemajuan era degitalisasi dengan peralatan yang serba smart dan canggih sekarang ini, tidak susah Pemerintah Desa (Pemdes) di Kabupaten Lahat. Yaitu dengan melakukan rekrutmen perangkat secara selektif, tentunya SDM sudah menguasai bidang kerjanya masing-masing sehingga mampu untuk beradaptasi dalam setiap mengikuti kebijakan serta regulasi yang ada.

Untuk sekarang ini di setiap desa dipastikan banyak anak-anak muda bergelar Sarjana yang berprestasi, mampu mengoperasikan komputer dengan baik, mampu meginfut data-data keuangan dengan lancar. Hanya saja, pihak DPMDes dan Pemdes yang harus peka dalam menyerap setiap perubahan kebijakan Pemerintah Pusat. Setelah informasi perubahan kebijakan tersebut didapat oleh DPMDes dan Pemdes, maka segeralah beritahukan pada Perangkat Desanya untuk kemudian diterapkan di desa mereka.

Saya meyakini, kalau memang pihak Pemdes dan DPMDes mau melakukan langkah-langkah tersebut, maka tidak akan ada Dana Desa untuk membangun yang terbuang sia-sia terserap oleh biaya Pelatihan dan Bimtek, kecuali kegiatan tersebut sengaja didesaign hanya untuk mencapai keuntungan bagi sebagian pihak saja.

Dalam hal ini, tidak hanya persoalan yang tertuang pada narasi di atas saja yang perlu disikapi sedini mungkin oleh Bupati dan Wakil Bupati Lahat. Tapi mesti terus diingatkan pada semua OPD supaya tidak menggunakan dana sia-sia yang tidak mendesak serta berpotensi pada penyimpangan realisasi.

Apabila semua pihak terkait mengikuti instruksi Bupati dan Wakil Bupati tentang efisiensi sesuai dengan regulasi yang ada, maka dukungan terhadap Menata Kota Membangun Desa akan terwujud dengan tidak mengorbankan APBdes.

Akhir kata, saya selaku penulis menyampaikan pendapat ini tidak lain hanya untuk kebaikan Pemerintah dan Masyarakat Lahat semata. Tidak mendiskreditkan pihak lain, juga tidak mengandung unsur negatif.

Ditulis di Lahat : 2 Mei 2025

Bagikan Berita :
Continue Reading

Populer

error: Content is protected !!