Connect with us

Opini

Serpihan Pemikiran Atraktif Prabowo Subianto Soal Pemberantasan Korupsi

Published

on

Catatan Akhir Tahun SMSI 2024:

Oleh: Theo Yusuf Ms, Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan SMSI

“DAN saudara-saudara mengetahui bahwa Kemerdekaan daripada bangsa Indonesia itu sekedar hanyalah saya katakan berulang-ulang satu jembatan untuk menuju dan akhirnya mencapai cita-cita bangsa Indonesia yang pokok yaitu, suatu masyarakat yang adil dan makmur.” (Amanat Presiden Soekarno 28 Agustus 1959)

Dalam pandangan Presiden Prabowo Subianto, untuk menjadikan masyarakat adil dan makmur, tidak perlu menjiplak ajaran dari “barat” atau negara-negara Amerika yang mengku sebagai kampiun demokrasi. Tetapi rakyat Indonesia dapat makmur dan bahagia jika kekayaan alam dan isinya itu tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang, atau hanya orang elite yang menguasai tanah dan seisinya dan seolah dia yang dapat menentukan arah kebijakan negara ini. Tidak, kata Prabowo.

Kesenjangan hidup kian menganga. “1 persen menguasai 36 peren dari kekayaan negara. Angka rasio gini Indonesa hanya 0,36 persen. Artinya, hanya 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 36 persen kekayaan sumber daya alam bangsa Indonesia yakni Rp16.8 triliun dari Rp44 triliun.” (Prabowo,2023:85).

Dengan demimian, sistem pemerintahan apapun yang akan diterapkan, apakah sistem demokrasi, sistem negara hukum atau gabungan demokrasi dan hukum di Indonesia, tidak mungkin dapat menghantarkan bangsa Indonesia hidup sejahtera (baldatul thoyibatun) seperti yang disampaikan Presiden Soekarno dan Bung Hatta dalam peringatan hari Kemerdekaan RI tahun 1959.

Oleh karenanya, Prabowo Subianto dalam mengawali pemerirntahannya, akan tegas kepada konglomerat yang tidak berpihak kepada rakyat, tegas dengan pejabat yang korup dan para pelayan publik yang menyengsarakan rakyat.

Terhadap sistem pencegahaan korupsi di Indonesia, Prabowo memberikan gagasan yang lebih atraktif, bagus dan simpel untuk dapat dilaksanakan oleh aparatus penegak hukum termasuk akan memberikan manfaat banyak kepada negara dan rakyat. Itulah sebab mengapa Ketua Media Siber Indonesia (SMSI) Firdaus, terus memberikan dukungan kepada Presiden Prabowo.

Jurus apakah konsep Prabowo dalam melakukan pemberantasan korupsi? Pertanyaan sederhana tetapi butuh kajian mendalam. Presiden Prabowo Subianto menawarkan kesempatan bertobat kepada para koruptor. Syaratnya, pelaku koruptor mengembalikan seluruh hasil korupsi kepada negara.

Hal itu disampaikan Prabowo saat memberikan kuiah umum dengan para mahasiswa Indonesia di Gedung Al-Azhar Conference Center, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pertengahan Desember 2024.

“Saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para koruptor atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tetapi, kembalikan, dong. Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya,” kata Prabowo (ant,2024).

Dalam pidato yang berlangsung lebih dari 30 menit, Presiden juga memberikan peringatan tegas kepada seluruh aparatur negara. “Hai kalian-kalian yang sudah terima fasilitas dari bangsa negara. Bayarlah kewajibanmu, asal kau bayar kewajibanmu, taat kepada hukum, sudah kita menghadap masa depan.”

Ia akan mengambil langkah tegas jika koruptor yang sudah diperingatkan tetap bandel, tidak patuh kepada hukum. “Tetapi kalau kau bandel terus, apa boleh buat, kita akan menegakkan hukum,” tambahnya. Prabowo juga menekankan pentingnya kesetiaan aparat hanya kepada bangsa, negara, dan rakyat Indonesia.

Yang Penting Negara Untung

Untuk menjawab dan mengurai pemikiran Prabowo Subianto, saya akan menggunakan kerangka teori Richard A Posner (the economics of justice 1981). Posner adalah orang AS yang lahir pada 11 Januari 1933, yang awalnya sebagai dosen di Univ. Chiacago AS dan pernah diangkat sebagai hakim di Pengandilan banding tahun 1983-an.

Dalam teori yang banyak dikutip oleh sarjana hukum di Indonesia, dia dikenal sebagai bapak hukum ekonomi. Artinya, pelaksanaan hukum juga dapat dikompensasi terhadap nilai ekonomi. Ia memberikan contoh seorang pencuri (sebut koruptor) mencuri kalung untuk istrinya.

 

Nilai kalung sebut saja Rp100 juta, tetapi setelah koruptor itu ditangkap, biaya proses penangkapan, sidang hingga pemberian penjagaan dan pemberian fasilitas kesehatan dan makan bergizi bagi mereka lebih dari Rp200 juta.

 

Artinya negara mengalami dua kerugian sekaligus, yakni negara kehilangan uangnya dan keluarga pencuri itu menjadi miskin karena ayah sebagai kepala keluarga tak dapat hidup layak mencari uang untuk keluarganya. (A. Posner,1981:63).

Contoh Richard Posner juga dapat dibalik menjadi, harga emas dari Rp100 juta akan melonjak menjadi Rp250 juta. Proses pemidanaannya Rp100 dan denda atas pencurian emas itu Rp50juta. Dengan demikian, jika dendanya separuh dari nilai yang dicuri saja, negara masih untung.

Contoh yang paling anyar adalah kasus Harvey Moeis pidana korupsi di kasus timah yang diputus hanya 6,5 tahun, sementara kerugian negara ditaksir lebih dari Rp275 triliun, maka kerugian negara akan tambah besar jika aset terdakwa tidak dapat disita oleh negara.

Harvey yang didakwa dengan UU Korupsi No 20 Tahun 2001 Jo. UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, cukup berada di sel hanya 1/3 dari putusannya. Artinya, kurang dari 4 tahun yang bersangkutan sudah kembali ke masyarakat dan akan kembali sebagai seorang pengusaha.

Dalam pandangan Prabowo, hukuman seperti itu dinilai kurang adil dan tepat, pertama sumber filosofinya dari barat, dimana pada masa silam penjajah maunya menyiksa dan memenjarakan, tanpa mengkalkulasi kerugian uang negara dan kerugian rakyat atas proses hukuamnnya.

 

Oleh karenanya, perlu ada aturan baru yakni orang atau koruptor dipaksa untuk mengembalikan uangnya, jika tidak mau mengembalikan maka assetnya perlu dirampas untuk negara.

Inilah pemikiran progresif Prabowo dalam usaha memberntas korupsi dengan tetap menjadikan negara dan rakyat tetap untung atau tidak buntung.

Mengapa begitu? di mata Prabowo, pembuatan hukum dan pasal di masa silam masih dipenuhi dengan kebencian terhadap manusia, bukan kepada perbuatannya. Sebut saja pembuatan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 mengatur tentang hukuman bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi: Sanksinya, Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan Pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Pasal itu dirujuk dalam Pasal 419 KUHP warisan kolonial.

Sekaratnya Demokrasi

Gagasan Prabowo tentang pemberantasan korupsi tidak harus berbanding lurus dengan sistem yang menganut demokrasi, di mana “doe process of law” adalah salah satu adagium, semua koruptor harus diproses sesuai dengn hukum yang berlaku dengan mempertimbangkan hak asasi manusia.

Sekilas pernyataan itu enak didengar, namun dalam pelaksanaanya, seolah menjadi pil pahit bagi rakyat miskin. Mengapa? Dalam sistem negara demokrasi ternyata ada juga demokrasi yang “sekarat”. Demokrasi sekarat atau matinya demokrasi, sebagaimana diulas oleh Steven Levitsky dan Daneil Ziblatt, “how Democrasies Die” atau matinya Demokrasi (Steven 2021).

 

Mereka menyebutkan matinya demokrasi antara lain ketika rakyat yang berkuasa, tetapi sesunguhnya kekuasaan itu dikendalikan oleh pemilik modal, pemilik media massa, para begundal hukum dan pimpinan partai.

Ziblatt mencontohkan, Fuji Mori, anak keturunan Jepang menjadi Presiden di Peru tahun 1990-an mengalahkan Vargas Lioasa, sastrawan Peru yang mendapatkan dukungan partai, konglomerat dan media massa setempat. Meskipun Fuji Mori sebagai presiden terpilih secara demokratis, tetapi ia tidak bisa berbuat banyak. Dalam tahun pertamanya, tak satupun UU dapat dihasilkan.

 

Bahkan kebijakan apun yang disampaikan, dimentahkan oleh Mahkamah Agung karena telah dikuasai oleh para begundal hukum. Fuji Mori pernah mengatakan, “saya memerintah Peru sendirian di balik komputer (Steven,2021:56).

 

Akhirnya tak lama kemudian Fuji Mori dijatuhkan oleh lawan politiknya dengan cara seolah demokratis, tetapi sesunguhnya semua aturan dapat dimanipulasi oleh para taipan, tokoh partai dan begundal hukum. Sistem demokrasi seperti itu sama halnya sekaratnya demokrasi.

Oleh karena itu, dalam penegakan demokrasi dan hukum, Prabowo Subianto tampaknya tidak ingin seperti Fuji Mori. Ia boleh dijauhi dari para taipan, konglomerat dan media massa, tetapi rakyat dan TNI tetap kuat di belakangnya, maka akan banyak kebijakan untuk disampikan demi kepentingan rakyat dan negara. Seperti yang disebutkan, demokrasi kita bisa dikuasai pemodal.

Menurut saya, demokrasi saat ini ada di persimpangan jalan. Apakah demokrasi kita akan di-hijack,akan disandera oleh para kurawa? “Saya sudah keliling kesemua kabupaten di Indonesia. Di tahun 2014-2019 saya berkesempatan keliling ke ratusan kota dan kabupaten.

 

Di mana-mana rakyat mengaku sudah tak tahan lagi, terlalu banyak korupsi di negeri ini, banyak proyek dikorupsi, banyak orang disogok, banyak pemimpin mau dibeli dan mau disogok. Akhirnya tidak ada keadilan ekonomi.” (Prabowo,2022:89).

Keprihatian rakyat yang dirasakan Prabowo itu bagian penting dari kerangka teori yang menggagas pemberantasan korupsi di Indonesia yang kian akut. Dengan menyuruh orang bertobat, mengembalikan hasil korupsinya, jika tak ingin harta bendanya dirampas untuk negara dan rakyat.

Saya tahu ada orang yang tidak suka dengan konsepnya. “Saudara-saudara sekalian, yang nyinyir sama saya, silakan kau duduk saja di sebelah situ, ini belum apa-apa. Nanti, 6 bulan lagi, baru saudara boleh nilai pemerintah Prabowo Subianto,” katanya, (YouTube Sekpres, 2024).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagikan Berita :
Continue Reading

Opini

Menyoal Maraknya Pakaian Bekas Impor Ilegal

Published

on

By

***Oleh : Sabarnuddin (Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang)

Pakaian menjadi tren yang cepat berganti sepanjang tahun. Cepatnya siklus berubah berdampak pada permintaan pasar yang meningkat setiap waktu.

Untuk mendapatkan pakaian yang memenuhi permintaan konsumen berdasarkan tren maka jalan cepatnya ialah melalui pakaian bekas impor ilegal. Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa telah menginstruksikan kepada jajarannya untuk melarang distribusi pakaian impor ilegal dan mengancam akan menindaklanjuti bagi melanggar.

Esensinya bangsa ini tidak percaya diri pada kekuatan dan modal yang dimiliki. Jika hanya memproduksi pakaian dengan pelbagai model dan motifnya bukan hal sulit untuk bersaing dengan negara luar.

Namun yang menjadi persoalan ketika regulasi pakaian impor dilonggarkan mengakibatkan matinya UMKM yang berusaha membantu negara dengan produksi barang dalam negeri.

Seolah kontra dengan jargon yang selama ini digaungkan oleh pemerintah yakni “cintai produk dalam negeri” realitanya barang luar begitu mudah masuk dan dijual dengan harga murah.

Apa yang tengah terjadi bukanlah hal baru yang seolah tak tergambar penyelesaiannya oleh pemerintah. Namun hal ini sudah bertahun-tahun dan seolah rahasia umum. Regulasi yang memudahkan barang luar masuk bahkan tidak jarang barang ilegal bebas beredar.

Mekanisme yang diatur pemerintah sejatinya tidak mendukung jargonnya sendiri. Untuk membuat bangkit UMKM yang selama ini bekerja terseok-seok dihantam badai barang impor yang bertubi-tubi, seharusnya pemerintah sudah harus membuka mata keluar dari sarang melihat bahwa persaingan pasar yang tidak sehat tengah terjadi.

Jika dilihat dari data pakaian bekas impor yang masuk ke Indonesia pada tahun 2021 total 7,9 Ton (44,1 ribu US$). Tahun 2022 total 26,2 Ton (272,1 ribu US$). Tahun 2023 total 12,9 Ton ( 29,8 ribu US$). Tahun 2024 total 3.865,4 Ton (1.500 ribu US$). Tahun 2025 total 1.242,4 Ton ( -1.500 ribu US$). Terjadi kenaikan yang sangat signifikan yakni pasca covid-19 melanda. Jika dilihat dari negara asal yang pakaian bekas yang masuk ke Indonesia diantaranya; Hongkong sebanyak 388,4 Ton (31,2%), Taiwan sebanyak 372,5 Ton (30%), Singapura sebanyak 234,6 Ton (18,9%), Arab Saudi sebanyak 91, 8 Ton ( 7,4 %), Malaysia sebanyak 69,4 Ton ( 5,6 %), Uni Emirat Arab sebanyak 46,1 Ton ( 3,7%), Lainnya 40,1 Ton (3,2 %).

Dari data yang ada yang dirilis oleh BPS Katadata menunjukkan pakaian bekas masih diminati oleh sebagian besar rakyat Indonesia dengan berbagai pertimbangan tentunya.

Namun dari sisi penguatan ekonomi dalam negeri serta kemandirian bangsa ini bisa dipersoalkan. Dalam roda ekonomi tentu banyak lapangan pekerjaan dan uang berputar dari bisnis ini namun perlu dikupas hal dibelakangnya. Jika selama ini Indonesia dalam hal ini pemerintah tidak menggunakan jargon “cintai produk dalam negeri” maka tidak jadi persoalan. Faktanya jargon tersebut masih santer terdengar sebagai upaya bahwa kita mampu dan dapat bersaing dengan produk luar.

Urgensinya jika barang dalam negeri kurang atau tidak mencukupi maka impor menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan. Namun realitanya, UMKM yang selama banting tulang menghadapi barang impor yang tidak jelas asal usulnya bahkan sampai ilegal. Dimana peran serta pemerintah mengawasi dan menindaklanjuti hal tersebut. haruskah terjadi korban atau kolaps terlebih dahulu baru pemerintah bertindak bak pahlawan kesiangan. Jika masih menggunakan cara-cara tersebut pantasnya dipakai masa orde lama dimana kondisi serba sulit.

Fasilitasi UMKM dalam Berinovasi

UMKM Indonesia hari ini tengah berada dalam masa sangat sulit. Di Dalam negeri saling bersaing dengan perusahaan besar ditambah dengan produk yang didatangkan dari luar. Sudah bertubi-tubi harus menahan nafas dalam keadaan yang tidak menentu ini.

Maka sudah sepantasnya pemerintah memberikan ruang dan mekanisme agar UMKM naik kelas dengan memberikan pelatihan, memberikan kemudahan terkait permodalan, mengarahkan pendistribusian yang sehat, mengatur jalannya transaksi yang transparan.

UMKM adalah penggerak ekonomi yang sangat membantu negara, bagaimana tidak ia bekerja keras menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan berinovasi setiap saat lalu negara tidak sekalipun memberikan perhatian kepada UMKM. Lain halnya dengan perusahaan besar yang telah memiliki manajemen dan kondisi keuangan yang lebih stabil serta disokong oleh pemerintah melalui berbagai mekanismenya.

Maka sudah saatnya UMKM menjadi naik level mengikuti perubahan zaman dan menjadi pesaing-pesaing baru bagi produk luar yang masuk ke dalam negeri. Jika diberikan perhatian penuh serta kolaborasi yang baik bukan mustahil UMKM yang akan menggerakan ekonomi lebih baik lagi. Jika ekonomi berputar dengan sangat baik negara yang akan merasakan perubahan yang baik itu.

Dominasi UMKM dengan cara dan kondisi yang pas-pasan harus dibantu dan diberi pendampingan. Jika pendampingan berjalan dengan baik akan melahirkan inovasi-inovasi baru tanpa dikomandoi oleh pemerintah. Esensinya pemerintah harus memfasilitasi setiap hal baik yang akan menggerakan roda ekonomi namun dengan memperhatikan jangka panjang berbagai kemungkinan terburuknya.

Mengeluarkan Regulasi yang Tegas Pada Produk Impor

Dalam regulasi yang berjalan realitanya masih terdapat barang impor ilegal yang bisa bebas beredar di Indonesia. Maka yang perlu dibenahi adalah para petugas dan tempat barang impor bisa masuk. Sanksi tegas harus diberikan bagi mereka yang mempermainkan regulasi. Regulasi dibuat sebagai upaya mengatur ketertiban agar tidak menimbulkan kekacauan dalam negeri. Jika terjadi penumpukan barang impor lalu barang dalam negeri tidak dapat bersaing ini yang akan mematikan ekonomi para pejuang produk dalam negeri.

Jika regulasi yang dikeluarkan ditaati dan berjalan dengan baik, maka inovasi produk dalam negeri perlahan akan mampu menyaingi produk luar. Jika telah berjalan dengan baik kebijakan ini, maka produk dalam negeri yang ikut andil mengisi berbagai kebutuhan di negara –negara luar. Maka cita-cita indonesia harus besar yakni menjadi pelopor yang diikuti trennya bukan kita yang selalu mengikuti tren dari negara lain.

Transformasi dalam tubuh petugas yang berwenang harus dilakukan, sebab jika hendak melihat apa yang terjadi di hilir terlebih dahulu melihat bagaimana hulunya. Perbaikan sistem harus dimulai dari tempat masuknya produk luar negeri.

Mendukung Generasi Muda Menjadi Garda Terdepan

Generasi muda merupakan aset berharga yang dimiliki Indonesia saat ini. Maka harus diikutsertakan dalam memajukan dan mempromosikan produk dalam negeri. Inovasi dari generasi muda sangat baik dalam menunjang pendistribusian produk. Pemerintah lagi-lagi memerlukan peran serta generasi muda yang memiliki terobosan baru dalam berbagai hal termasuk membuat produk dalam negeri naik kelas.

Kolaborasi yang baik antara bisnis, generasi muda, dan pemerintah akan menjadi modal emas untuk melihat Indonesia yang mampu bersaing dengan negara maju. Jika kolaborasi berjalan dengan baik, maka semua hal akan dengan mudah dibuat dan dieksekusi. Namun, realitanya apakah semudah itu membuat pemerintah dan generasi muda bekerja sama.

Dalam melancarkan kebijakan ini tentunya harus dicari titik persamaan persepsi terlebih dahulu, mengingat kebijakan ini butuh tenaga, pikiran yang menyita waktu. Maka perlu didudukkan konsep yang jelas terukur. Produk dalam negeri bukan tidak mampu bersaing hanya tidak mendapat ruang dalam berinovasi. Maka kehadiran generasi muda mengisi ruang kekosongan tersebut.***

Bagikan Berita :
Continue Reading

Opini

Kolaborasi Membentuk Pola Kenyamanan Bermasyarakat

Published

on

By

*** Sabarnuddin (Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang)

MEMAJUKAN negeri ini harus melihat dalam lingkup yang paling kecil yang bernama masyarakat. Tatanan hidup bermasyarakat menjadi salah satu bukti keteraturan tatanan yang lebih besar yaitu negara.

Dalam lingkup masyarakat menyatukan persepsi untuk saling menghargai dan menghormati satu sama lain menjadi suatu keharusan, demi terciptanya kerukunan dan kenyamanan dalam menjalani kehidupan.

Masyarakat dalam segala tindakannya bisa diartikan sebagai pola sosial. Terjalin interaksi satu sama lain yang mengakibatkan terjadinya persatuan, pertemanan, kebencian, permusuhan dan lain sebagainya.

Mengapa bisa timbul dua hal berbeda dalam interaksi tersebut? tentu, dalam interaksi terlebih lagi dalam masyarakat. Tidak semua hal berujung baik dan tidak pula semua hal berakhir buruk, Dalam mengantisipasi hal- hal demikian perlu diuraikan mengenai terlebih dahulu mengenai masyarakat dan kenyamanan.

Secara umum masyarakat ialah sekumpulan individu yang memutuskan hidup bersama. Dalam pandangan Emile Durkheim masyarakat merupakan suatu kenyataan objektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya, masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang hidup bersama, bercampur untuk waktu yang lama, mereka sadar bahwa mereka merupakan satu sistem yang hidup bersama.

Sedangkan dalam pendapat Prabowo (1998) lingkungan mempengaruhi penghuni dengan empat cara yaitu:menghalangi perilaku , membentuk kepribadian penghuni, dan mempengaruhi citra diri. Dalam pendapat lain Halim (2008) kondisi lingkungan buruk menyebabkan penurunan pada kesehatan mental dan kesejahteraan warga.

Pada lingkungan yang buruk perilaku warga lebih agresif. Sehingga penting untuk mengetahui tingkat kenyamanan sosial pada pemukiman kumuh yang jelas memiliki kondisi lingkungan di bawah standar.

Jika ditelisik pendapat para ahli mengenai masyarakat dan kenyamanan maka dapat ditarik analisa bahwa pola interaksi sesama individu dalam satu lingkungan yang akan menentukan tingkat kenyamanan bermasyarakat.

Maka dari itu perlu dirumuskan apa yang perlu menjadi catatan sebagai cara untuk menduplikasi pola kenyamanan bermasyarakat yang harmonis. Diantara yang menjadi pola kenyamanan tersebut; saling menjaga, menghormati, menghargai, mengayomi, membantu, dan membangkitkan rasa kebersamaan.

Pola yang esensinya sudah melekat dalam sebagian masyarakat namun perlu dikuatkan sebagai upaya preventif ditengah maraknya kasus kejahatan di lingkungan masyarakat.

Dalam bermasyarakat sudah barang pasti terjadi perbedaan pendapat atau silang pandangan mengenai hal tertentu. Hal ini merupakan sesuatu yang  wajar dalam interaksi sesama manusia.

Namun, sebagai masyarakat punya tanggung jawab dalam menghidupkan lingkungan dengan energi yang positif.  Masyarakat dengan tingkat kerukunan yang baik akan tercipta suasana yang nyaman dan tenang dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Jika hal sebaliknya yang terjadi, maka lingkungan masyarakat seolah hambar dan membosankan bagi penghuninya.

Kenyamanan yang seyogyanya terwujud bukan hal yang datang tiba-tiba, tanpa adanya komunikasi yang terlebih dahulu dibangun dengan humanis dan harmonis.

Kenyamanan bermasyarakat merupakan impian dari setiap orang. kebosanan sudah barang pasti dalam menghadapi lingkungan yang sangat menyebalkan. Sejatinya karakter masyarakat kebanyakan ialah mampu berbaur dan menghargai satu dengan yang lain.

Namun, dalam kondisi tertentu menghadirkan kenyamanan di lingkungan masyarakat menjadi tantangan yang rumit.

Budaya yang Mempersatukan Masyarakat 

Dalam masyarakat budaya yang mempersatukan bisa dilakukan dengan berbagai hal ringan, namun sangat berdampak besar bagi kelangsungan suasana nyaman dan menenangkan.

Diantara hal tersebut ialah; saling bergotong royong membersihkan lingkungan, membantu warga yang kesulitan, mengadakan kegiatan yang mengumpulkan masyarakat, membuat kegiatan positif untuk berbagai kalangan seperti ibu-ibu, anak-anak, bapak-bapak, pemuda.

Menguatkan spiritual, mengadakan keamanan bersama, saling memberikan kabar yang baik, menjauhi segala hal yang membuat perpecahan.

Hal–hal diatas merupakan sebagian kecil yang turut menyumbangkan pola kenyamanan dalam masyarakat. Hal yang terlihat kecil namun sangat memberikan efek positif bagi keberlangsungan masyarakat yang harmonis.

Saling menghadirkan kenyamanan berarti menebarkan energi baik yang akan berdampak pula dalam pekerjaan dan aktivitas lain. begitu pula jika terjadi tindak kejahatan atau hal hal buruk, masyarakat tanpa perlu aba-aba akan menjadi garda terdepan dalam menyelesaikan.

Suasana kekeluargaan yang hadir seolah mengonfirmasi bahwa perpecahan atau perbedaan pendapat bukan dilawan tapi dimusyawarahkan demi tercipta persatuan dalam berbagai pandangan.

Permasalahan bukan hal yang menakutkan jika berada dalam pola masyarakat rukun dan damai seolah dunia hanya kedamaian yang tersebar. Namun hal ini harus benar-benar dirawat sebagai upaya melawan benih-benih kejahatan yang kapanpun bisa hadir di lingkungan masyarakat.

Menjaga Lingkungan dari Bahaya Luar 

Jika tatanan masyarakat telah bersatu dan damai maka ancaman yang hadir ialah datang dari luar bisa berupa pengaruh atau tindak kejahatan. Seperti yang telah digambarkan bahwa semua hal bisa dimusyawarahkan dan diselesaikan.

Pengaruh buruk yang hadir dalam masyarakat yang tentram harus didudukkan sebagai upaya untuk menjaga hidup masyarakat yang telah rukun. Namun bila tindak kejahatan yang terjadi maka dengan segala upaya akan ditindak secara hukum yang berlaku.

Secara naluri jika tatanan masyarakat baik dan tentram tindak kejahatan akan sulit beraksi karena kekompakan masyarakat dalam menjaga lingkungan 24 jam. Segala tindak tanduk orang asing akan menjadi sorotan bila tidak melapor atau memiliki kepentingan dengan masyarakat.

Hal demikian menjadi potret penjagaan yang terorganisir dengan baik. Namun jika dalam masyarakat tidak tercipta rasa saling menjaga, bisa dipastikan apapun tindak kejahatan atau bahaya yang menimpa satu orang dianggap biasa saja oleh yang lainnya.

Dalam penguatan masyarakat utamanya bagi para pelayan negeri ini, membuat kebijakan sudah pasti mudah dalam membuat aturan yang mengharuskan masyarakat untuk saling hidup rukun. Mekanisme yang dibuat harus terlebih dahulu dikonsultasikan dengan tokoh adat, tokoh masyarakat, aparat keamanan, pemuda, dan berbagai elemen yang terlibat dalam pemajuan masyarakat.

Hilangnya rasa saling menjaga dan memiliki dapat terlihat jika dalam lingkungan tersebut sering terjadi tindak kejahatan atau bahkan tindakan yang memecah belah. Dari sisi masyarakat yang heterogen memandang bermasyarakat tidak penting, namun disisi lain terjadi hal yang tidak diinginkan tidak satupun orang lain yang peduli.

Sosialisasi akan pentingnya menciptakan suasana yang nyaman dalam masyarakat harus digiatkan, sebagai upaya memerangi berbagai kasus yang setiap hari terjadi dalam lingkungan masyarakat.

Jika hanya melihat dari sisi hukum yakni menghukum mereka yang berbuat kejahatan bukanlah keliru. Namun alangkah lebih bijaknya para pemegang kebijakan membuat mekanisme yang mengatur bahwa,  menjaga dan menghidupkan suasana nyaman merupakan tugas masyarakat itu sendiri.

Maka dengan sendirinya perspektif masyarakat akan berubah yakni memandang sangat penting kerukunan yang dihadirkan di lingkungannya.

Menciptakan Lingkungan yang Ramah dan Sehat 

Setelah tercipta suasana yang rukun dan damai maka perlu menyiapkan lingkungan fisik yang ramah dan sehat. Kegiatan seperti gotong royong bersama menjadi ajang untuk menguatkan hal ini.

Selain mendapatkan lingkungan yang bersih sekaligus mempertemukan masyarakat dan saling berinteraksi. Kondisi yang sangat ideal yakni nyaman lingkungan sehat pula tempatnya.

Disamping itu perlu disiapkan berbagai pembiasaan yang akan menghadirkan pola hidup sehat bagi masyarakat. Dimulai dari beragam tanaman yang dibudidayakan di pekarangan rumah, mensosialisasikan pola hidup sehat, serta memberikan pendampingan bagi yang membutuhkan tindakan medis atau dalam keadaan sakit.

Pola masyarakat yang menerapkan hidup sehat lagi-lagi berdampak pada angka harapan hidup yang selalu ditampilkan oleh pemerintah melalui hasil survei. Maka dari itu mekanisme mengenai pentingnya membuat masyarakat yang ramah dan sehat menjadi urgent untuk memacu angka harapan hidup yang meningkat.

Berbagai penyakit yang dialami oleh sebagian masyarakat utamanya berakar dari pola hidup yang tidak sehat dan makanan yang dikonsumsi. Dengan menerapkan pola masyarakat yang ramah dan sehat akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kesehatan rakyatnya.

Disamping itu kebijakan yang positif ini tentunya akan sangat berat untuk dimulai namun esensinya tujuannya kembali kepada masyarakat itu sendiri bagaimana mereka melihat jauh kedepan 10,20,30 tahun yang akan datang generasi penerusnya.

Apakah lebih baik atau justru sebaliknya dalam menjalani kehidupannya.***

Bagikan Berita :
Continue Reading

Opini

Menapaki Jalan Terjal Perbaikan Moralitas Siswa

Published

on

By

Oleh : Sabarnuddin (Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang)

BANGSA yang hebat ialah yang mampu mendedikasikan kemampuan terbaiknya untuk pendidikan generasi penerusnya. Hari ini terasa semakin berat tantangan zaman dalam memproduksi generasi emas yang akan memajukan negeri ini dilihat dari pelbagai kasus belakangan yang dilakukan oleh siswa sekolah.

Jika ditarik akarnya tentu tidak serta merta guru di sekolah saja yang perlu bertanggung jawab, namun berbagai pihak turut serta menjadi penanggung jawab akan moralitas siswa hari ini.

Pelbagai kasus yang terjadi diantaranya; Siswa SMA di Grobogan Dipukuli Teman Sekolah (17/10/2025), Siswa SMK Cianjur Dikeroyok Senior gegara Gim Berujung Damai(4/3/2025), 2 Siswa SMA 14 Makassar Ditangkap terkait Viral Perkelahian di Depan SMA 16 (8/8/2025), Belasan Siswa SMA Dianiaya Kakak Kelas Hanya karena Sapaan Tak Dibalas di SMA Pidie Aceh (1/9/2021).

Kasus Perundungan Siswa SMPN di Blitar saat MPLS (18/7/2025), siswa bakar sekolah di Temanggung, karena diduga ‘sering dirundung'(3/7/2023), Pelajar di Garut jadi Korban Pelecehan Seksual Tiga Kakak Kelas (11/1/2025), Pelajar SMP Kena Bacok Saat Tawuran di Sawangan Depok (1/11/2025), KPAI: Bullying marak, 25 anak Indonesia bunuh diri sepanjang 2025.

Kasus –kasus diatas hanya sebagian kecil dari banyaknya kasus yang melibatkan siswa sekolah. Jika masih lempar tanggung jawab dalam menangani semua persoalan ini maka tidak akan ada habisnya perdebatan yang tak tentu arah.

Maka perlu upaya penyelesaian yang humanis, sejuk, dan pendekatan pada emosional siswa. Tidak jarang siswa yang memiliki kasus tertentu memiliki riwayat tidak menyenangkan baik dalam berteman, berkeluarga, atau bahkan dengan masa lalunya. Dalam hal lain juga terjadi pengaruh tontonan, lingkungan, NAPZA, alkohol dan lainnya itu adalah beragam faktor atarbelakang siswa menjadi tidak terkontrol.

Oleh karena itu, kerjasama guru, orang tua, aparat keamanan, tokoh masyarakat, alim ulama, tokoh adat, sangat diperlukan dalam menuntaskan pelbagai kasus siswa.

Jika ditinjau lebih detail faktanya orang tua lebih punya banyak waktu dan mengetahui lebih mengenai pola tingkah laku sang anak, dibandingkan guru yang hanya mengawasi dari pagi hingga siang atau sore hari saat di sekolah.

Diluar sekolah guru tidak lagi mengetahui perilaku siswa sekalipun wali kelasnya. Maka dalam hal pendekatan emosional orang tua sangat dimungkinkan untuk membentuk pola yang rapi yang menjadi modal sang anak menyikapi berbagai hal yang memengaruhi atau mengganggunya.

Dalam konteks bermasyarakat siswa yang berbaur satu sama lain umumnya tidak begitu memperlihatkan tingkahnya yang berlainan karena ia masih dalam lingkup tempat tinggalnya. Sekalipun ada yang memperlihatkan bahwa ia “berbeda” dalam artian merasa sok jagoan, sok hebat, lalu menantang teman-temannya.

Dengan sigap orang tua atau tetangga akan menasihati bahkan RT hingga RW akan turut serta dalam membina. Begitupun dengan kasus lain dalam lingkungan masyarakat pola yang dibangun dalam tatanan masyarakat ialah saling menjaga, membantu, mengayomi, mengasihi. Maka apapun yang mengganggu ketentraman hidup bermasyarakat akan diselesaikan pula dengan kekeluargaan musyawarah.

Dalam tindakan kasus yang siswa-siswi alami belakangan ini, banyak berada di sekolah atau diluar. Maka diperlukan pola pengawasan yang ketat bagi siswa sekolah yang seharusnya memanfaatkan waktu untuk bermanfaat bukan justru sebaliknya. Penanaman nilai spiritual dan nilai-nilai moral perlu ditanamkan sedini mungkin bagi siswa setiap saat.

Penanaman nilai-nilai moral bukan hanya ketika awal masuk sekolah saja namun setiap saat sebagai upaya preventif bagi siswa dalam mengarahkan kepada hal yang positif.

Orang Tua Yang Waspada

Sebagai orang tua tugasnya mendidik anak jangan sampai ditinggalkan. Jika orang tua beralasan anak sudah dididik di sekolah, maka dalam benak anak ia bisa bebas melakukan apapun orang tua tidak mempedulikannya.

Inilah yang menjadi mindset kebanyakan anak. Maka yang paling mudah dalam membentuk pola disiplin mendidik anak ialah sejak ia kecil dengan pola yang disiplin komunikasi yang baik antara orang tua dan anak akan menjadikan anak nyaman bersama orang tua. Pengaruh dari luar seperti lingkungan, teman akan segera ia komunikasikan dengan orang tua jika ia punya komunikasi yang baik.

Ujung pengharapan dalam membentuk kepribadian anak ada pada orang tua. Sejak kecil orang tua harus menanamkan nilai-nilai positif yang akan membangkitkan semangat hidupnya.

Afirmasi positif yang dibangun akan menciptakan perubahan besar di kemudian hari. Jika orang tua tidak lagi peduli dengan sikap anak bahkan takut atau kasihan dengan anak lalu membiarkan semua keinginannya maka ini awal mula kehancuran sang anak.

Pola disiplin yang tidak dibangun membuat anak bebas semaunya merasa dirinya tidak ada yang mengatur dan dalam hidupnya tidak ada aturan. Bibit baru yang kelak akan menjadi perusak masyarakat jika dibiarkan.

Sekolah Yang Nyaman

Sekolah menjadi tempat pola pikir dan kepribadian anak berkembang sesuai bakat dan minatnya. Sekolah harus memfasilitasi anak berkreasi dan berinovasi sesuai caranya. Maka sekolah harus memberikan ruang seluas-luasnya dalam memberikan tempat yang nyaman, aman dan jauh dari berbagai tindakan yang akan melukai baik fisik maupun batin anak.

Sekolah yang melahirkan orang-orang hebat untuk bangsa ini menjadi memori historis bahwa sekolah menjadi jembatan anak bangsa membebaskan negerinya dari penjajahan. Maka oleh karena itu jika ruang anak untuk berkreasi dan berinovasi terganggu oleh teman, lingkungan, atau bahkan gurunya, ini tidak lagi mencerminkan sekolah yang mendidik seperti yang dicita-citakan Ki Hajar Dewantara.

Sekolah harus menjadi ruang bebas pengaruh buruk. Jika terlihat ada indikasi baik siswa atau guru yang mengarah pada tindakan tersebut wajib hukumnya didisiplinkan jika perlu dipidanakan. Jika pada hal dasar siswa tidak nyaman dalam belajar, selalu diganggu teman atau bahkan hingga dilecehkan atau mendapat ancaman pembunuhan.

Maka ini bukan lagi sekolah namun tempat terburuk bagi siswa. Perlu disiapkan aturan teknis oleh sekolah yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan agar memutus mata rantai para pelaku perusak nama baik sekolah yang ujungnya merusak citra pendidikan Indonesia. Jika ingin ada perubahan tentu dari hal dasar ini ini diselesaikan.

Aparat Penegak Hukum Yang Mengayomi

Aparat dalam hal ini baik kepolisian atau pengadilan yang bertugas menangani perkara hukum yang terjadi harus responsif dan memberikan efek jera, baik kepada siswa atau selain siswa yang melakukan tindak kejahatan kepada siswa. Jika telah rapi dalam hal pendisiplinan di rumah oleh orang tua, guru di sekolah, lalu ketika dihadapkan dengan hukum tidak memberikan efek jera. Maka perlu kolaborasi antar berbagai pihak dalam merumuskan pola yang saling berkesinambungan.

Aparat bisa melakukan upaya preventif dengan memastikan sekolah berjalan dengan baik dan nyaman melalui sosialisasi dan sigap patroli di lingkungan masyarakat. Maka upaya koordinasi berbagai pihak pada akhirnya dibutuhkan untuk memberikan kenyamanan bersama.

Jika upaya preventif telah dilakukan dan masih terjadi tindakan kekerasan atau kejahatan terhadap siswa akan lebih mudah mengidentifikasi pola dan penyelesaiannnya. Siswa jika diibaratkan batang bambu ia masih bambu yang muda dan masih sangat mudah dibentuk.

Namun bila sudah menginjak usia diatas SMA akan sulit memulai pola baru sebab ia sudah memiliki pemikiran dan tujuan nya sendiri. Pola yang baik akan mengarahkan anak mendapatkan tujuan yang baik pula namun bila sudah tidak tertanam nilai-nilai yang baik akan terasa sulit mengarahkan pada hal yang positif.

Penanaman nilai-nilai positif sejak dini harus dimulai dan disegerakan mengingat semakin hari kasus yang melibatkan siswa semakin bertambah. Jika aparat dan pemerintah tidak mengupayakan hal yang strategis alamat generasi mendatang akan lebih rusak moralnya dalam mengurus tatanan bermasyarakat yang ada.***

Bagikan Berita :
Continue Reading

Kategori

Advertisement
Advertisement

Populer

error: Content is protected !!