Opini
STARLINK “BERBAHAYA” BAGI INDONESIA

Oleh: Henry Subiakto, Guru Besar FISIP Universitas Airlangga dan Wakil Ketua Dewan Pakar Serikat Media Siber Indonesia (SMSI)
SAYA tidak setuju Starlink diijinkan beroperasi di Indonesia. Starlink tak hanya berpotensi membangkrutkan perusahaan nasional di bidang telekomunikasi dan internet service provider, seperti group telkom, indosat dll, tapi Starlink juga bisa dimanfaatkan kekuatan sparatisme seperti KKB/OPM dan pendukungnya untuk komunikasi mereka tanpa bisa terdeteksi oleh negara atau pemerintah Indonesia. Starlink berpotensi akan mengoyak NKRI tanpa pemerintah bisa mengontrolnya.
Makanya Starlink ini di dunia lebih banyak digunakan oleh negara-negara satelit atau pendukung politik Amerika Serikat. Kenapa demikian? Karena Satelit Starlink memiliki perbedaan signifikan dibandingkan dengan satelit biasa. Seperti Palapa, Satria, Kacific, Telkom 1 atau satelit-satelit lain milik luar Eropa maupun AS di luar Elon Musk.
Starlink adalah satelit Low Earth Orbit (LEO) yg beroperasi dengan ketinggian sekitar 340 hingga 1.200 km di atas permukaan bumi. Satelit Starlink ukurannya kecil jumlahnya ribuan dirancang untuk bekerja bersama-sama secara sinkron untuk menyediakan layanan internet. Mereka itu seolah seperti BTS terbang.
Sedang Satelit komunikasi konvensional ditempatkan di orbit geostasioner (GEO) sekitar 35.786 km di atas khatulistiwa bumi, di mana mereka tetap berada di satu titik relatif terhadap permukaan bumi. Untuk bisa melayani publik membutuhkan perangkat stasiun bumi.
Setiap satelit Starlink beratnya sekitar 260 kg. Satelit GEO umumnya lebih besar dan lebih mahal karena teknologi dan perlengkapan yang lebih kompleks, serta kebutuhan untuk bertahan di orbit yang lebih tinggi.
Starlink menggunakan teknologi phased-array untuk antena, yang memungkinkan satelit mengarahkan sinyal tanpa harus memindahkan satelit itu sendiri. Sistem ini dirancang untuk latency rendah dan kecepatan tinggi. Alat penangkap sinyal satelit hanya menggunakan antena kecil dan alat seukuran lap top besar yg bisa dipindah-pindahkan.
Sedang Satelit GEO harus menggunakan antena besar yang tetap untuk komunikasi berkapasitas tinggi. Biasanya disebut stasiun Bumi. Karena itu satelit konvensional butuh mitra (perusahaan lain) untuk mendistribusikan layanannya ke masyarakat. Itulah perusahaan operator seluler dan ISP yg menjadi mitra perusahaan satelit.
Beda dengan Starlink yang sesungguhnya tidak butuh mitra seperti itu. Mereka bisa melayani langsung ke publik tanpa pihak ketiga. Maka masuknya Starlink itu bisa menjadi awal kematian perusahaan2 nasional yang bergerak di bidang internet, seluler bahkan satelit di Indonesia.
OAda 400 lebih perusahaan ISP tersebar melayani internet di Indonesia. Mereka yang langsung terancam. Walau ada juga beberapa ISP diajak kerjasama oleh Starlink untuk sekadar memenuhi persyaratan izin di sini.
Jadi starlink itu bukan sekedar perusahaan perangkat dan layanan satelit semata, sebagaimana perusahaan satelit lain. Tapi Starlink juga bisa berfungsi sebagai perusahaan internet service provider, bahkan juga bisa berfungsi sebagai platform digital, mengingat Elon Musk juga memiliki perusahaan X (dulu Twitter) yang sekarang tak hanya sekedar medsos tapi juga mengarah menjadi platform media komunikasi yang berfungsi beragam.
Ini bahayanya. Perusahaan Elon Musk itu bukan hanya trafik dan kontennya di luar jangkauan yuridiksi, kedaulatan digital dan kewenangan hukum nasional Indonesia tapi juga fungsinya bisa dimanfaatkan mereka yang ingin melawan kedaulatan negara atau yang mengancam keamanan nasional.
Perusahaan Starlink sebagai perusahaan AS itu dilindungi oleh Undang-Undang Amerika Serikat (UU AS) yang bernama US Cloud Act 2018. Menurut UU tersebut, data yang mereka kumpulkan atau berada di perusahaan AS tidak boleh diakses negara lain (termasuk Indonesia), tapi harus terbuka pada Pemerintah dan penegak hukum AS. Persoalannya Starlink apakah lebih nurut pada hukum di Indonesia, atau tunduk pada hukum Amerika Serikat? Ini harus jelas.
Kalau mereka melayani Papua atau daerah konfik lain maka datanya bisa diakses intelejen dan pemerintah AS untuk kepentingan politiknya. Sebaliknya data-data itu tidak bisa diakses oleh pemerintah Indonesia. Di situlah kenapa Starlink ini dapat membahayakan keutuhan NKRI, saat melayani wilayah gunung-gunung dan pedalaman Papua lalu dipakai untuk kepentingan pemberontakan.
Seperti yang terjadi sekarang di Ukraina. Teknologi komunikasi yg dipakai tentara Ukraina melawan Rusia adalah Starlink. Rusia kewalahan karena seluruh pergerakan pasukannya bisa terpantau tentara Ukraina. Lalu apa yang terjadi kalau OPM atau KKB dan sel-sel pendukungnya juga pakai fasilitas Starlink?
Terlebih kalau gerakan separatis mereka didukung asing, siapa yg tanggung jawab jika mereka menjadi makin besar dan canggih hingga mampu melawan TNI/Polri atau kekuatan negara?
Mohon dipikirkan lagi bagi mereka-mereka yang mendukung masuknya Starlink di Indonesia. Bagi rakyat kecil tahunya hanya internet murah dan sampai pelosok pasti didukung. Tapi bagaimana konsekuensinya, itu yang harus dipikirkan.
Agak mending kalau Elon Musk dan perusahaannya bersedia setuju dan komit tunduk pd UU yg berlaku di Indonesia. Lalu wilayah layanan tidak boleh untuk wilayah rawan misal Papua? Apakah mereka mau? Silahkan ditanyakan.***
Opini
Ulang Tahun SMSI: Sewindu Mengarungi Disrupsi Multidimensi

Oleh: Firdaus, Ketua Umum SMSI
DISRUPSI teknologi kian menjadi-jadi ketika organisasi pers Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) genap berusia sewindu pada Jumat, 7 Maret 2025.
Disrupsi tidak kunjung mereda, bahkan memasuki babak baru: disrupsi multidimensi. Ciri multidimensi ditandai dengan serangan dari berbagai sisi.
Dari berbagai sisi media dilumpuhkan satu sama lain. Dari sisi bisnis, keredaksian, jurnalisme, distribusi dan sistem pemasaran.
Persaingan antar platform media tidak terelakkan. Persaingan semakin luas antar perusahaan pers, media sosial, dan bahkan media global, seperti google, dan facebook.
Terjadi begal-membegal konten media, tanpa menghiraukan etika. Siapa yang memproduksi konten, dan siapa yang mereguk keuntungan tidak ada aturan main yang jelas.
Media platform cetak tergerus oleh platform televisi dan online. Media televisi terganggu media sosial dengan berbagai layanan aplikasi, seperti youtube.
Media global platform digitial seperti google juga ikut mendistribusikan berita dan mengambil banyak iklan. Artificial Intelligence (AI) yang mendaur ulang informasi, turut menawarkan kerja jurnalisme, termasuk mengolah informasi menjadi karya tulis.
Sementara informasi yang disampaikan AI banyak yang belum ter-verifikasi kebenarannya. Ini juga ikut menggerus kerja media pers.
Sudah tidak terbilang entah berapa kali AI didiskusikan dan diseminarkan di dalam dan luar negeri, untuk keperluan berbagai bidang pekerjaan, termasuk bidang jurnalisme dan bisnis media.
Akan tetapi masih banyak pertanyaan dan keraguan terhadap kemampuan AI sebagai mesin pendaur ulang informasi yang melimpah-ruah setiap hari. Keraguan terhadap AI dalam menyeleksi data dan informasi dianggap masih lemah. Antara hoax dan fakta belum dipilah secara meyakinkan.
Di sinilah AI seringkali diletakkan sebagai pihak yang berlawanan dengan kerja jurnalisme yang mengedepankan fakta, data, dan verifikasi ketat terhadap kebenaran informasi sebelum disuguhkan sebagai berita. Selain berlawanan dalam prinsip kebenaran fakta dan data, juga menjadi perlawanan dalam bisnis bermedia.
SMSI tidak kaget dalam situasi seperti sekarang ini. Kelahiran SMSI delapan tahun silam memang menjawab keadaan disrupsi teknologi dan transformasi sosial yang sedang melanda media massa saat itu.
Perusahaan media massa banyak yang bangkrut, sebagian tutup, awak media seperti wartawan dan tenaga pendukung terpaksa dirumahkan, diberhentikan tanpa batas waktu.
Tenaga kerja di bidang pers banyak yang menganggur. Yang masih bertahan bekerja harus beradaptasi dengan cara kerja baru: serba internet.
Mereka yang bisa beradaptasi tetap lanjut bekerja dengan imbalan kesejahteraan yang minimal, karena iklan tidak lagi seperti sebelum terjadi disrupsi.
Keadaan seperti ini tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia, termasuk di Tiongkok yang medianya disubsidi dana oleh negara.
Tenaga bidang pers yang berantakan tidak terurus seiring datangnya disrupsi, secara alamiah mengalir ke media digital/siber yang paling mudah disiapkan, dengan pola bosnis yang belum jelas.
Jadi bisa dikatakan SMSI adalah anak perubahan era 4.0, hasil dialektika media lama dan baru. Kelahirannya memang di saat disrupsi sedang berlangsung.
SMSI menjadi media alternatif, dan turut menjadi pelaku.
Hari ini, Jumat, 7 Maret 2025, SMSI berulang tahun ke-8. Perjalanannya sebagai organisasi pers yang beranggotakan sekitar 2.700 pengusaha pers media siber semakin menapak kuat dan kian tangguh di kancah persaingan media.
Namanya semakin dikenal luas, jaringan bisnisnya tidak terbatas pada instansi pemerintah. Jaringan semakin meluas pada banyak sektor swasta, termasuk di bidang industri.
SMSI semakin mengenal lebih dekat ekosistem media. Disrupsi multidimensi tidak bisa dihindarkan. Semua berjalan secara alamiah. Alam sedang berjalan sesuai kodratnya. Tidak ada yang bisa nenolak. Disrupsi teknologi barlangsung tali-temali, menghidupkan dan meruntuhkan.
Kita tidak menyerah pada disrupsi teknologi. Dari awal SMSI tidak mau hanya sekedar mengantisipasi perkembangan teknologi. Itu langkah pengekor. Tetapi semua anggota tahu bahwa SMSI tampil merancang perubahan jauh di depan teknologi itu sendiri.
Sejak awal SMSI mendidik semua awak bisnis media dan redaksi bekerja di lapangan langsung, bukan mengutip informasi AI yang masih perlu verifikasi. Jurnalisme yang berkualitas menjadi motto SMSI.
Sekilas SMSI
Selasa 7 Maret 2017 menjadi tonggak bersejarah bagi dunia pers tanah air. Hari itu sebuah lembaga yang kemudian diberi nama SMSI diproklamirkan oleh sejumlah pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dari berbagai provinsi di Indonesia. Pembentukan SMSI digagas oleh Ketua PWI Banten, saat itu PWI Banten dipimpin oleh Firdaus.
Dengan diproklamirkannya pendirian SMSI, kemudian diikuti dukungan para ketua PWI Se-Tanah Air, dengan membentuk SMSI di provinsi-provinsi masing-masing.
Maka jadilah SMSI sebagai organisasi pers nasional yang menjadi wadah para pengusaha pers online atau media siber. Sekarang tercatat sekitar 1.700 pengusaha media siber bergabung. Mereka sebagian besar para start-up yang mengembangkan usaha pers.
Tiga tahun berjalan pada 29 Mei 2020 secara resmi SMSI ditetapkan sebagai konstituen Dewan Pers dengan surat keputusan Dewan Pers Nomor 22/SK-DP/V/2020 yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, 29 Mei 2020.
Dengan ketetapan tersebut maka saat itu jumlah konstituennya menjadi 10, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Serikat Penerbit Pers (SPS), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan SMSI.
Dalam Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) SMSI 26 – 27 September 2020, di Hotel Marbella Anyer, SMSI mengukuhkan arah organisasi dan pemantapan program kerja.
Kemudian dirumuskan secara sistematis, bahwa SMSI menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan anggota dan pengurus.
Untuk 5 tahun pertama, SMSI membagi program menjadi dua program pokok, Pertama, Program Berorientasi kedalam (Internal). Kedua, Program Berorintasi Keluar (Eksternal).
Khusus Internal ada tiga program prioritas internal yaitu Pertama,
Pendataan dan verifikasi anggota setanah air;
Kedua, Tahun 2020 – 2021 diprioritaskan pada pembangunan infrastruktur SMSI hingga Kota dan Kabupaten di seluruh Indonesia; Ketiga, memperkuat news room yang menjadi perekat jaringan media siber di Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan amanah rakernas tersebut, dengan keterbatasan di tengah badai pandemi Covid-19, SMSI bergerak membangun siberindo.co sebagai news room terbesar di Tanah Air yang diluncurkan pada 10 Oktober 2020 di Bintaro Tangerang Selatan.
Sebelumnya sudah di bangun sin.co.id dan indonesiatoday.co.
Sementara itu, secara eksternal sesuai hasil Rakernas 26 – 27 September 2020, SMSI akan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan anggota dan pengurus.
Terkait hal tersebut, SMSI membagi program yang berorientasi eksternal menjadi tiga yaitu Pertama, Membangun hubungan dengan seluruh jajaran pemerintahan dalam rangka memperkuat tatanan pemerintahan untuk mencapai keadilan bagi seluruh masyarakat.
Kedua, Membangun hubungan dengan Dunia Usaha dan masyarakat pers sebagai komunitas SMSI; Ketiga, Membangun dan memperkuat hubungan SMSI di tataran international. (*)
Opini
Bercermin dari Kasus Hotman Paris dan Razman Nasution: Dicari Advokat Pendekar Hukum

Oleh TM. Luthfi Yazid*
KASUS “ributnya” pengacara Hotman Paris Hutapea dan Razman Arief Nasution di Pengadilan Jakarta Utara setelah majelis hakim menskorsing dan menutup sidang karena pihak Razman menolak keras sidang dilakukan secara tertutup mendapat sorotan media yang sangat luas.
Keributan itu semakin disorot karena salah seorang pengacara Razman yang bernama M. Firdaus Oiwobo naik ke atas meja di ruang sidang. Nitizen, publik, dan praktisi hukum pun banyak yang ikut bersuara melalui berbagai channel media. Lengkap dengan pro dan kontranya.
Tidak berhenti di situ. Razman pun dilaporkan ke Bareskrim oleh Ibrahim Palino, hakim Pengadilan Jakarta Utara karena dianggap membuat gaduh dalam persidangan.
Pun beredar di media sosial penetapan Ketua Pengadilan Tinggi tentang pembekuan Berita Acara Sumpah (BAS) atas nama M. Firdaus Oiwobo, S.H., maupun atas nama Razman Arief Nasution karena mereka dianggap melakukan ”Contempt of Court” (CoC). Firdaus dan Razman diberhentikan secara permanen sebagai advokat.
Perseteruan Hotman dan Razman sebenarnya sudah lama dan terus bergulir serta menyita ruang publik karena baik Hotman maupun Razman terus menyampaikan sikap yang saling serang dan saling menjatuhkan.
Meskipun berbeda posisi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, semua orang tahu kalau Hotman dan Razman adalah advokat terkenal yang menyandang predikat ”officium nobile” (profesi terhormat).
Dalam situasi negeri kita seperti sekarang, dimana hukum sedang tidak baik-baik saja dan banyak persoalan hukum yang sifatnya strategis dan memerlukan sumbangsih serta problem solving dari para advokat, maka apakah yang dipertontonkan Razman dan Firdaus maupun Hotman adalah sesuatu yang produktif bagi negeri ini?
Bukankah masih banyak persoalan rakyat yang lemah dan tidak memiliki akses pada keadilan karena dizolimi yang membutuhkan peranserta advokat? Tentu saja, mencari solusi bagi persoalan bangsa dan memperjuangkan keadilan bukan hanya tugas advokat, namun tugas kita semua terutama para penegak hukum.
Thomas S. Kuhn, seorang ilmuwan yang mendalami filsafat ilmu pengetahuan (the philosophy of science) dalam The Structure of Scientific Revolutions (the University of Chicago, 1970) menuliskan opininya yang kurang lebih seperti ini:
Secara saintifik, apabila di suatu masyarakat banyak terjadi anomali (dalam penegakan hukum misalnya), maka suatu saat akan terjadi perubahan paradigma dan akan lahir kelompok-kelompok pencerah yang akan menyuarakan kebenaran dan keadilan.
Perlu lebih banyak pendekar dan pahlawan keadilan
Beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan sejumlah penangkapan terhadap aparat penegak hukum yang diduga melakukan suap, gratifikasi, korupsi dan pemufakatan jahat. Tiga orang hakim ditangkap dan menjadi tersangka di PN Surabaya. Mereka adalah Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo. Seorang advokat bernama Lisa Rachmat juga ditangkap.
Mereka diduga terlibat permufakatan jahat atas kasus pembunuhan yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur terhadap pacarnya. Publik dibuat terhenyak terkait kasus ini karena diduga melibatkan seorang mantan pejabat MA Zarof Ricar (ZR) yang juga ditangkap dan menjadi tersangka dengan dugaan terlibat dalam pemufakatan jahat untuk membebaskan Tannur.
Lebih menggemparkan publik lagi ternyata di rumah ZR didapati gunungan uang yang mencapai Rp 920.000.000.000.000 atau hampir Rp 1 trilyun dan emas 51 kg. Beginikah sesungguhnya gambaran dunia peradilan kita? Begitukah caranya untuk mendapatkan keadilan di negeri ini?
Jika kita menyimak UUD 1945 secara tegas dikatakan bahwa kita adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3). Di dalam konstitusi juga tidak ada jaminan “kepastian hukum” saja, tapi yang ada adalah “kepastian hukum yang adil” (Pasal 28D ayat 1). Bahkan di dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan “mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Artinya, kita sebagai bangsa memiliki sebuah “perjanjian luhur” (noble agreement) antara negara dengan rakyatnya bahwa negara wajib menyelenggarakan serta menjamin keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia (justitia omnibus) tanpa membedakan suku, agama, ras, perbedaan pandangan politik, status sosial dan sebagainya.
Semua kredo di atas belum dapat diwujudkan. Jika kita mengamati sejarah peradilan dan fakta yang kita hadapi, mafia peradilan masih kuat terjadi, karena melibatkan oknum-oknum aparat penegak hukum. Terlalu banyak untuk disebutkan nama-nama yang pernah terjerembab.
Di kalangan pengacara ada pengacara senior OC Kaligis; dari kejaksaan ada Jaksa Pinangki Sirna Malangsari; dari kepolisian ada mantan Kabareskrim Polri Jend. (P) Suyitno Landung dan Jend. (P) Joko Susilo. Peristiwa tersebut harusnya menjadi bahan pelajaran penting agar terhindar dari keterjerumusan yang sama.
Sebagai sebuah bangsa, kita wajib memenuhi janji-janji kemerdekaan seperti mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun janji-janji itu masih belum dapat diraih sepenuhnya, sebab untuk mendapatkan keadilan ternyata masih harus dengan cara membeli.
Di saat-saat seperti ini kita jadi teringat dengan para pendekar hukum dan keadilan yang sudah tiada, seperti Baharuddin Lopa, Hoegeng Imam Santoso, Yap Tiam Hien, Artidjo Alkostar atau Adnan Buyung Nasution.
Bang Buyung adalah pioneer dan arsitek pendirian dan pengembangan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sejak 1970 yang kemudian pernah dijuluki sebagai “lokomotif demokrasi”. YLBHI banyak memberikan bantuan hukum pada masyarakat yang powerless.
Adnan Buyung Nasution dikenal sebagai pejuang HAM dan demokrasi. Ia tidak pernah gentar menghadapi intimidasi dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Karena kekritisannya, penjara pernah dicicipinya, bahkan juga karena kekukuhannya memperjuangkan hukum, demokrasi dan keadilan, izin advokat Adnan Buyung Nasution (Bang Buyung) pun dicabut oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh saat itu melalui Keputusan Menteri Kehakiman No.M.1760-Kep.04.13 Tahun 1987 yang diterbitkan pada 11 Mei 1987.
Bang Buyung pun hijrah ke negeri Belanda dan memanfaatkan waktu untuk studi S3 di Universitas Utrecht dengan melahirkan disertasi yang monumental:The Aspiration for Constitutional Government in Indonesia: A Socio-Legal Study of the Indonesian Konstituante 1956-1959.
Bang Buyung menjadi legend penegakan hukum di Indonesia. Pada masa hidupnya ia bukan hanya dikenal di tanah air, tetapi juga di dalam komunitas hukum di luar negeri.
Namun figur seperti Bang Buyung tidak banyak lagi dikenal oleh advokat-advokat generasi milineal sekarang. Banyak advokat muda tidak mengenal dan karenanya tidak mengidolakan Bang Buyung, tapi justru mengidolakan advokat dengan tipologi yang lain.
Di luar profesi advokat, ada figur penegak hukum lainnya yang patut menjadi teladan. Baharuddin Lopa sebagai jaksa, komisioner Komnas HAM, dan Jaksa Agung (JA) dikenal dengan keberaniannya. Lopa dikenang karena memiliki integritas yang kuat.
Ia menentang dan menolak suap, korupsi maupun intervensi dalam penegakan hukum dari siapapun, termasuk dari penguasa. Lopa konsisten dengan prinsip-prinsip yang diyakininya dan terus berusaha memulihkan citra kejaksaan sampai menjelang wafatnya seolah-olah ia tak punya urat takut.
Ia hadapi siapapun yang mencoba menabrak hukum dan keadilan yang diperjuangkannya. Hidup Lopa yang sederhana serta ketaatannya kepada Tuhan itulah yang membuatnya kokoh bak batu karang di tengah lautan.
Kemudian ada Jenderal Hoegeng Imam Santoso, mantan Kapolri. Namanya harum dikenang masyarakat karena sebagai pucuk pimpinan tertinggi di kepolisian Hoegeng hidup teramat sangat sederhana serta dikenal kejujurannya.
Ia menjadi simbol kejujuran dan ketegasan di kepolisian, sebab ia tidak dapat disogok dan menolak segala macam gratifikasi dan korupsi. Sebagai aparat penegak hukum ia betul-betul menjaga martabatnya dengan menjadikan dirinya sebagai teladan banyak khalayak.
Selain Adnan Buyung Nasution, Baharuddin Lopa dan Hoegeng Imam Santosa tentu kita masih ingat tentang peran penting para Sarjana Hukum (Meester in de Rechten) yang juga dianggap sebagai “advokat” di masa lalu.
Mereka adalah para para pejuang yang mau terlibat dengan persoalan masyarakat, bangsa dan negaranya. Mereka terpanggil untuk berbuat ketika melihat ketidakadilan, kedholiman serta penindasan. Mereka sangat gigih untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan, keterbelakangan dan penindasan.
Mereka telah meninggalkan sebuah legacy yang dikenang sampai saat ini. Mr. Muh Yamin, Mr. Soepomo, Mr. Muh Rum, Mr. Achmad Subardjo, Mr. Muh Natsir, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Mr. Johanes Latuharhary, dan Mr. Kasman Singodimedjo hanyalah beberapa nama yang bergelar Mr. yang dapat kita sebutkan. Nama-nama mereka menjadi legenda.
Mereka dikenang budi baiknya oleh sejarah, sebagaimana Mahatma Gandhi, seorang pengacara dari India yang dikenal dunia dengan Ahimsanya atau Nelson Mandela dari Afrika Selatan yang juga pengacara yang dikenal kegigihannya menentang politik apartheid. Itulah memang hidup. Tergantung pilihan kita ingin dikenang sebagai apa usai meninggalkan dunia.
Pada akhirnya, kegemilangan suatu bangsa terletak pada attitude, karakter atau watak para pemimpinnya yang diikuti dengan keberanian (courage) sebagaimana yang pernah dipesankan cendekiawan China Lu Kun (1536-1618) maupun negarawan dan pahlawan Negeri Sakura, Saigo Takamori (1827-1877). Bangsa ini membutuhkan lebih banyak pendekar dan pahlawan keadilan.
Dalam kaitan ini, Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya beberapa waktu lalu menegaskan akan mengejar koruptor meski sampai ke Antartika. Tekad tersebut tentu sangat kita hargai.
Pidato Presiden itu harus dijadikan panduan gerak kerja kabinet Merah Putih atau dapat diibaratkan semacam road-map, yang seumpama landasan pesawat (run-way) menjadi koridor setiap pesawat yang akan take off maupun landing. Apabila pesawat landing ataupun take off di luar koridor run-way, maka sangat berpotensi mengakibatkan kecelakaan.
*TM. Luthfi Yazid adalah Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI).
Opini
Salah Satu Jejak Kualitas Pj Gubernur Sumut Agus Fatoni, Enam Bulan Raih 31 Penghargaan

Catatan Ir Zulfikar Tanjung
(Penulis Bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers)
KETIKA Agus Fatoni dilantik oleh Menteri Dalam Negeri pada 24 Juni 2024, hanya lima bulan sebelum Pilkada serentak 27 November, banyak yang memandang kehadirannya dengan kacamata politis.
Namun, alih-alih terjebak dalam polemik politik, ia menjawab semua keraguan dengan kerja nyata. Dalam waktu enam bulan, Fatoni membawa Sumatera Utara mencetak 31 penghargaan, membuktikan bahwa keberadaannya bukan sekadar formalitas, melainkan simbol komitmen untuk mengangkat martabat provinsi ini ke panggung nasional.
Ini rekor pencapaian yang luar biasa. Tokoh birokrasi nasional yang kini Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri ini telah menambahkan catatan jejak transformasi nyata bagi Sumut. Dr Drs H Agus Fatoni MSi telah menunjukkan kualitas kepemimpinan yang inklusif, visioner, dan strategis. Ke-31 penghargaan itu dipersembahkannya untuk seluruh masyarakat Sumut.
Pencapaian 31 penghargaan dalam waktu singkat tidak hanya mencerminkan keberhasilannya secara personal tetapi juga memperlihatkan kemajuan Sumut secara kolektif dengan basis Gerakan Serentak. Fatoni telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang mampu merangkul berbagai sektor pembangunan dengan jargon “Sumut Mantap dan Harmoni”. Jejak kepemimpinan ini menjadi salah satu model terbaik bagi pelaksanaan tugas Penjabat Gubernur di Indonesia.
Itu sebagai bukti nyata dari kerja keras kolektif dan komitmen untuk membawa perubahan. Di bawah kepemimpinannya, Sumatera Utara tidak hanya mencapai prestasi, tetapi juga memulai babak baru dalam pengelolaan pemerintahan yang lebih terbuka, partisipatif, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Setiap penghargaan adalah simbol dari langkah maju yang membawa Sumut ke arah yang lebih baik.
Ini memang mengesankan. Itu terlihat sejak Fatoni menjejakkan kaki di Sumut, pada 1 Juli 2024, memperoleh Penghargaan Pin Emas, Pedang Emas, dan Piagam dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Penghargaan ini mencerminkan kemampuan kepemimpinannya selama ini selaku kepala daerah tidak diragukan lagi.
Ini permulaan awal yang mengesankan bagi Sumut yang saat itu sedang berhadapan dengan sejumlah agenda nasional besar dan strategis, seperti PON XXI dan Pilkada serentak. Penghargaan tersebut menunjukkan pengakuan atas kiprahnya yang kuat dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Tidak berhenti di situ, Fatoni juga berhasil mengantarkan Sumut meraih Apresiasi Proyek Strategis Nasional (PSN) dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 18 Juli 2024. Penghargaan ini menunjukkan keberhasilan Sumut dalam percepatan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei, dan pengembangan Danau Toba sebagai destinasi wisata prioritas.
Pemimpin yang Berorientasi pada Rakyat
Memang menarik untuk menyimak penghargaan-penghargaan tersebut satu per satu sebagai mozaik keberhasilan Fatoni dalam enam bulan memimpin Sumut. Namun, dengan menyoroti beberapa di antaranya yang paling menonjol, kita dapat memperoleh gambaran yang jelas dan tegas mengenai model kepemimpinannya.
Keberhasilan dalam menurunkan angka stunting menjadi salah satu capaian signifikan Fatoni. Pada Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Penurunan Stunting, 5 September 2024, Fatoni menerima penghargaan atas pencapaian Pemprov Sumut dalam menekan angka stunting secara signifikan. Penghargaan ini dilengkapi dengan insentif fiskal sebesar Rp775 miliar, yang menunjukkan kepercayaan pemerintah pusat terhadap Sumut. Penghargaan diserahkan langsung oleh Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin.
Fatoni juga memperlihatkan komitmennya terhadap kesejahteraan pekerja. Penghargaan Paritrana Award dan pengakuan dari organisasi buruh menunjukkan keberhasilan Fatoni dalam melindungi pekerja rentan dan meningkatkan jumlah pekerja yang tercover oleh jaminan sosial. Upaya ini mencerminkan perhatian Fatoni terhadap kelompok masyarakat yang rentan.
Khusus Penghargaan Paritrana Award diserahkan langsung oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, K.H. Ma’ruf Amin, di Plaza Badan Penyelenggara (BP) Jamsostek, Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, Fatoni menyampaikan bahwa Pemprov Sumut berkomitmen untuk melindungi seluruh pekerja, terutama pekerja rentan. Pada tahun 2024, Pemprov Sumut menanggung 50 ribu pekerja rentan, sebuah peningkatan signifikan dari 10 ribu pada tahun 2022 menjadi 41 ribu pekerja pada tahun 2023.
Kesuksesan Fatoni dalam meraih penghargaan tidak lepas dari kemampuannya membangun sinergi dengan berbagai pihak. Salah satu contoh nyata adalah penghargaan Wahana Tata Nugraha Wiratama yang mencerminkan tata kelola transportasi yang inovatif dan terencana. Selain itu, Fatoni juga berhasil mengukuhkan Sumut sebagai salah satu provinsi terbaik dalam pelayanan publik dengan meraih zona hijau dari Ombudsman RI.
Tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, Fatoni juga memberikan perhatian khusus pada sektor sosial dan budaya. Penghargaan dari CNN Indonesia Award dalam kategori Most Inspiring Leader dan Best Social Engagement mencerminkan pengakuan atas pendekatan humanis yang diusungnya. Sementara itu, penghargaan untuk Pj Ketua TP PKK Sumut, Tyas Fatoni, menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan UMKM.
Analisis dan Refleksi
Pencapaian 29 penghargaan dalam waktu singkat merupakan hasil dari kepemimpinan yang efektif dan berorientasi pada hasil. Fatoni berhasil menghadirkan kebijakan yang terukur, berbasis data, dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Kemampuannya dalam memprioritaskan isu-isu strategis seperti penurunan stunting, tata kelola transportasi, dan perlindungan sosial menjadi model yang layak dicontoh oleh kepala daerah lainnya.
Namun, tantangan ke depan tetap besar. Konsistensi dalam implementasi program dan kesinambungan sinergi dengan pemerintah pusat, swasta, dan masyarakat menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan dari hasil-hasil yang telah dicapai. Fatoni juga harus terus menguatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran serta mendorong partisipasi publik dalam setiap program pemerintah.
Enam bulan pertama kepemimpinan A. Fatoni di Sumut telah memberikan gambaran nyata tentang bagaimana seorang pemimpin dapat membawa perubahan yang signifikan dalam waktu singkat. Dengan 29 penghargaan yang diraih, Fatoni telah menunjukkan bahwa Sumut memiliki potensi besar untuk menjadi provinsi yang maju, sejahtera, dan berdaya saing.
Ke depan, tantangan dan harapan masyarakat Sumut tetap menjadi motivasi utama bagi Fatoni untuk terus bekerja keras. Jejak prestasi yang telah ditorehkan tidak hanya menjadi kebanggaan bagi Sumut, tetapi juga inspirasi bagi daerah lain di Indonesia. Dalam konteks ini, A. Fatoni telah membuktikan bahwa kepemimpinan yang inklusif, inovatif, dan berorientasi pada hasil adalah kunci keberhasilan dalam membangun daerah.
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
4 Pria dan 1 Wanita Terduga Pelaku Narkoba Diringkus Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Team Tiger Polres Lahat Kembali Tangkap Terduga Pembunuhan
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Dua Pasal Hukum, Dodo Arman Ditangkap Kasat Reskrim Polres Lahat
-
Peristiwa4 tahun ago
Pelajar Alami Kecelakaan di Perlintasan Kereta Api Depan SMKN 2 Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Hampir Dua Bulan Buron, Pembacok Diciduk Tim Satreskrim Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Langgar Aturan, Oknum Polres Lahat Diberhentikan Tidak Hormat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Komplotan Pelaku Narkoba Lahat Tengah Berhasil Ditangkap Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Soal Pembunuhan di Kikim Tengah, Pengacara Korban Angkat Bicara